Palopo, Sulawesi Selatan - Penyelidikan dugaan pemerkosaan seorang mahasiswi di Palopo masih terus dilakukan Satreskrim Polres Palopo, Sulawesi Selatan. Penyidik belum menemukan bukti kuat untuk menjerat FH sebagai tersangka.
"Benar FH sudah mengakui bersetubuh dengan korban atau pelapor. Awalnya memang dia membantah. Tapi jika disangkakan pemerkosaan, tidak ada petunjuk yang mengarah ke sana. Hasil visum et revertum dari dokter, juga tidak ada luka. Kemudian jika dikatakan penganiayaan pun tidak ada bukti fisik. Sementara untuk kasus pemerkosaan, kunci utamanya ada pada hasil visum," kata AKP Andi Arif, Kasatreskrim Polres Palopo.
Sementara terkait SP2HP yang tidak diberikan kepada korban, Arif menyebut informasi itu keliru. Menurutnya SP2HP itu bisa diserahkan kepada pengacara pelapor atau pihak lain yang mendapat kuasa dari pengacara.
"Karena yang punya legalitas berkomunikasi dengan penyidik adalah pengacara yang mendapat mandat. Dan yang kami tegaskan sekali lagi, penyelidikan kasus ini tidak ada prosedur yang kami langgar," ujarnya.
Arif menambahkan pihaknya tentu saja tidak akan serampangan menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa alat bukti yang cukup. Dia berprinsip, lebih baik melepaskan 1.000 penjahat daripada memenjarakan satu orang yang tidak bersalah.
Kasus ini menyita perhatian publik. Sejumlah mahasiswa melakukan unjuk rasa di Polres Palopo, mendesak polisi menangkap FH. Di depan Mapolres Palopo, mahasiswa berorasi sambil mengusung keranda mayat.
Mereka juga memainkan tarian Mabadong. Tarian ini biasanya dipersembahkan pada acara kedukaan. Tarian ini juga sebagai simbol kematian yang menggambarkan matinya keadilan di Polres Palopo.
Load more