Jakarta – Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Penerbitan Perpres ini kemudian memicu kontroversi publik.
Dalam Perpres yang diunggah di laman jdih.setkab.go.id, menyebutkan bahwa lahirnya Perpes ini dikeluarkan karena semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di lndonesia, telah menciptakan kondisi rawan yang mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional.
Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, diperlukan suatu strategi komprehensif, untuk memastikan langkah yang sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan.
Lahirnya Perpres ini kemudian menuai polemik. Pegiat HAM Haris Azhar menilai ditengah definisi ekstremisme yang tidak jelas, serta dikhawatirkan adanya muatan politis, Perpres ini dinilai hanya melegitimasi kepentingan politik untuk membungkam kelompok tertentu.
“Definisi ekstremisme masih cair, belum jelas, itu terminologi politis atau terminologi sosial. Berbagai kebijakan sudah ada, kenapa saat ini muncul ada mobilisasi agar warga melakukan pelaporan kepada polisi melalui perpres itu,” kata Haris.
Ia menilai, upaya pencegahan ektremisme dan terorisme merupakan kewajiban negara. “Kenapa harus melibatkan masyarakat. Saya khawatir, secara politis dan sosial, ektremisme itu ada, tapi hati hati menuangkannya dalam hukum,” kata Haris.
“Jangan sampai kepanikan rezim menghadapi kelompok tertentu, justru perpres ini melegitimasi perbuatan kelompok tertentu, dengan kekuasaan ingin juga memobilisasi masyarakat,” kata Haris.
Sikap DPR dan MPR
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mendukung Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, namun harus diikuti dengan pengawasan agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Kami setuju dengan perpres tersebut demi terciptanya persatuan dan kerukunan, sekaligus mencegah lahirnya pikiran dan aksi ekstremis yang dapat memecah belah kedaulatan negara," kata Jazilul dalam keterangannya di Jakarta.
Senada, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mendukung diterbitkannya Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tersebut. Dia menilai Indonesia membutuhkan strategi komprehensif untuk memastikan langkah yang sistematis, terencana, dan terpadu serta komitmen seluruh instansi pemerintah dan peran aktif masyarakat sebagai acuan dalam mencegah dan menanggulangi ancaman ekstremisme di Indonesia.
"Saat ini ancaman ekstremisme semakin meningkat berbasis kekerasan diawali serangkaian aksi penghasutan, berita bohong hingga framing berita, sebagai "teror" informasi yang merupakan dasar dari berbagai hal yang mengarah pada terorisme di lndonesia," kata Azis.
Lantas seperti apa isi Perpres no 7 tahun 2021 tersebut, berikut isi selengkapnya.
Menimbang:
a. Bahwa seiring dengan semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di lndonesia, telah menciptakan kondisi rawan yang mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional.
b. Bahwa dalam upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, diperlukan suatu strategi komprehensif, untuk memastikan langkah yang sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf d. Perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2O2O-2O24.
Dalam lampiran Perpres dijelaskan berdasarkan pertimbangan tersebut, RAN PE akan diwujudkan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Koordinasi antarkementerian/lembaga (KlL) dalam rangka mencegah dan menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme;
2. Partisipasi dan sinergitas pelaksanaan program-program pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, yang dilakukan baik oleh KlL, masyarakat sipil, maupun mitra lainnya;
3. Kapasitas (pembinaan kemampuan) sumber daya manusia di bidang pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme;
4. Pengawasan, deteksi dini, dan cegah dini terhadap tindakan dan pesan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme; dan
5. Perhatian terhadap para korban tindak pidana Terorisme dan pelindungan infrastruktur serta objek vital (critical infrastructures) lainnya. (ito)
(Lihat Juga: Pedagang daging Sapi Mogok, protes naiknya harga daging)