Lumajang, Jawa Timur – Pil pahit kembali dirasakan sejumlah pengusaha atau produsen kue kering lebaran skala rumahan, akibat masa pandemi yang belum berakhir serta mahalnya sejumlah bahan baku kue. Salah satunya yang dialami Sunip, warga Desa Selok Besuki, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Sunip yang sudah menekuni usaha kue kering lebaran sejak 17 tahun silam, mengaku kali ini mengalami masa sulit.
Saat ramadhan tiba, ibu tiga anak ini biasanya selalu disibukan dengan produksi kue kering bersama 17 anak buahnya. Sebelum pandemi, rata-rata setiap harinya dia memproduksi satu kwintal kue kering dengan 12 macam jenis.
“Sekarang tambah susah, dua tahun kemarin produksi merosot karena pandemi, eh malah sekarang harga bahan bakunya sangat mahal,” keluh Sunip, Minggu (17/4/2022).
Sebelum pandemi, kue hasil produksi Sunip biasa dipasarkan hingga ke wilayah Jember dan Banyuwangi. Kini hanya menjangkau pasar Lumajang, itupun hanya pelanggan setianya saja. Apalagi, saat ini aneka kue lebaran produksi pabrik juga semakin banyak.
“Kalau dulu jualnya sampai Jember dan Banyuwangi, tapi kini hanya dalam kota saja (lumajang), itupun harus bersaing dengan kue produksi pabrik,” imbuhnya.
Untuk menyiasati mahalnya bahan baku berupa tepung larut, tepung terigu, mentega, telur ayam, minyak goreng dan gula pasir, Sunip terpaksa menaikan harga jual kue rata-rata Rp5 ribu per kilogramnya. Akibat naiknya harga ini, tak sedikit pelanggannya yang protes.
Load more