Ahli epidemiologi dari Griffith University, Brisbane, Australia Dicky Budiman mengapresiasi upaya yang dilakukan Pemerintah bersama Universitas Airlangga (Unair) dalam rangka mencari solusi atas pandemi COVID-19. Namun ia mengingatkan kepada para peneliti terutama Unair untuk transparan dalam penelitiannya serta menggunakan standar uji klinis global.
Ia mengingatkan, dikarenakan pengalaman buruk terkait obat saat flu burung dan flu babi berlangsung, akhirnya WHO membuat solidarity clinical trial untuk vaksin maupun obat.
Perlu diketahui bahwa akibat ketidaktransparansi secara utuh terhadap riset obat anti flu babi dan flu burung waktu itu, belakangan diketahui ternyata ada dampak yang membahayakan kepada pasien yang mengkonsumsi obat tersebut.
Untuk itu, menurut dokter yang sudah berkecimpung di dunia medis selama 20 tahun ini, sebelum menetapkan vaksin atau obat tertentu efektif alangkah baiknya jika melakukan uji klinis dengan standar global terlebih dahulu.
Untuk menjelaskan argumennya, Dicky mengatakan, bahkan obat hydroxychloroquine yang bahkan sudah teruji secara ilmiah dan sempat digembar-gemborkan sebagai obat anti corona, ternyata dinilai tidak efektif saat diuji oleh WHO melalui proses uji klinis berstandar global.
Menanggapi hal tersebut Profesor Djoko Santoso selaku Ketua Senat Akademik Universitas Airlangga (Unair) mengungkapkan efektivitas vaksin yang dikembangkan Unair sudah sesuai dengan regulasi dan etika yang berlaku di skala nasional. "Jadi tentunya itu kita kontrol dengan randomisasi, kerangka penelitian, kita kontrol dengan analisis statistik. Jadi kita sudah meminimalisir bias," ujarnya.
Djoko mengungkapkan bahwa penelitian awal vaksin COVID-19 ini sudah dimulai sejak pengumuman kasus 01 oleh Presiden Joko Widodo. Pada awal Maret tersebut, ujar Djoko, komunikasi intens sudah dilakukan pihak Unair dengan para penyandang dana penelitian.
"Ketika sudah menerima dana kemudian dikerjakan uji pra klinik. Peneliti menyelesaikan tugasnya mulai dari sel. Kemudian hasil itu diberikan kepada ke pemberi dana lalu mereka bersama tim peneliti memberikan kepada BPOM," sebutnya.
Sebelumnya Unair mengaku telah berhasil mengembangkan obat untuk pasien corona yang diklaim memiliki kesembuhan hingga 98 persen. Penelitian Universitas Airlangga ini dilakukan dan dikembangkan oleh tim peneliti Unair yang disponsori oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI.
Belakangan pihak Unair mengungkapkan kepada media bahwa pihaknya memang tak prioritaskan publikasi internasional di jurnal medis seperti lazimnya penelitian akademis lainnya. Bagi Unair, yang terpenting adalah agar obat COVID-19 segera ditemukan dan digunakan masyarakat. Walaupun begitu, Unair tetap mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan agar temuan medis ini segera dapat masuk tahap publikasi internasional dan ditelaah oleh tim independen.