Belum lama ini, tepatnya Senin (28/9) lalu, kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di gedung Juang 45 Surabaya, Jawa Timur dibubarkan massa dan polisi karena dianggap tidak mengantongi izin. Mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo yang juga salah satu deklarator KAMI akhirnya menutup acara silaturahmi KAMI tersebut.
Pihak kepolisian menyebut bahwa pihaknya belum pernah melakukan asesmen atau penilaian terhadap kegiatan pengumpulan massa dengan protokol kesehatan. Adapun massa yang membubarkan kegiatan menilai bahwa kegiatan KAMI di Surabaya ini merupakan gerakan makar dan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.
Mengalami pelarangan tersebut, panitia akhirnya memindahkan acara ke gedung Jabal Nur. Di lokasi ini Gatot sempat menyampaikan orasi politik. Namun di lokasi baru ini acara juga tidak berlangsung lama karena pihak kepolisian meminta untuk dihentikan karena tidak ada izin.
"Kita mengikuti apa yang diminta oleh aparat kepolisian. Kita sudah selesai semuanya," kata Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo saat itu.
Penghentian kegiatan tersebut akhirnya memicu protes dari KAMI. Mereka mempertanyakan atas dasar apa pembubaran acara silaturahmi itu dilakukan.
"Acara itu kalau dikatakan tidak ada ijin, kita mungkin agak berbeda pandangan. Justru pada tanggal 26 September pihak panitia telah memberikan surat kepada pengelola gedung. Juga kepada Kapolda sebagai pemberitahuan kegiatan dan sifatnya bukan izin. Izin kan kalau ada pertunjukan, konser, dan lain sebagainya karena ini menyangkut pola pengamanan," sebut Ahmad Yani selaku Ketua Komite Eksekutif KAMI.
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa kepolisian menghentikan kegiatan tersebut karena mengacu pada protokol kesehatan. "Keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi," tegasnya.
Selama pandemi, Trunojoyo juga menjelaskan bahwa ijin kegiatan harus mendapatkan persetujuan dari pihak gugus tugas pencegahan COVID-19, mulai aspek kelayakan protokol kesehatannya, lokasinya, jumlah orangnya, dan lain-lain.
Belakangan hal senada juga dilontarkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD ketika ditanya oleh Karni Ilyas dalam program Indonesia Lawyers Club, bahwa pertemuan KAMI di Surabaya sudah termasuk perbuatan yang melanggar hukum. Pemerintah, sambung Mahfud, mengeluarkan ketentuan agar tidak berkumpul tanpa izin akibat kekhawatiran akan meluasnya pandemi.
Ia menegaskan bahwa pelarangan itu bukan karena acara tersebut diinisiasi oleh KAMI. Mahfud juga mengatakan di beberapa tempat lain pembubaran juga dilakukan bahkan panitianya ditangkap dan dijadikan tersangka.
"Pemerintah tidak pernah tuh resisten dengan KAMI. Coba, saya ingin tahu, siapa (anggota) Pemerintah yang pernah menolak? Tidak ada. Dan itu bagus, demokratis. Kita tidak usah berkomentar lah, tidak ada gunanya juga. Nanti kan dijawab oleh rakyat sendiri," sebut Mahfud, Selasa (29/9).
Ia lalu mengatakan silakan untuk berbeda pendapat asal tidak membuat ricuh kondisi yang ada. Ia mengaku, kadangkala Pemerintah sebenarnya senang dengan perbedaan pendapat karena bisa menjadi alasan untuk mengambil keputusan tertentu.
Diketahui, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI resmi dideklarasikan di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, 18 Agustus lalu.
KAMI menjelaskan jati diri mereka sebagai gerakan moral rakyat berbagai elemen dan komponen yang berjuang demi tegaknya kedaulatan negara, terciptanya kesejahteraan rakyat, dan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
KAMI berjuang dan bergerak untuk melakukan pengawasan sosial, kritik, koreksi, dan meluruskan kiblat bangsa dari segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan. KAMI juga klaim berjuang dengan melakukan berbagai cara sesuai konstitusi, baik melalui edukasi, advokasi, maupun cara pengawasan sosial, politik moral, dan aksi-aksi dialogis, persuasif, dan efektif. (afr)