Kelompok teroris MIT (Mujahidin Indonesia Timur) kembali menebar teror. Kelompok pimpinan Ali Kalora ini membunuh satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah. Selain membunuh keempat anggota keluarga ini secara sadis, mereka juga membakar sejumlah rumah.
Salah seorang saksi menceritakan bahwa dirinya sedang menyantap makan pagi bersama suaminya pada Jumat (27/11). Kemudian sejumlah orang bersenjata mendatangi salah satu rumah di lingkungan tersebut dan membantai keluarga yang tinggal di dalamnya. Pelaku juga merusak dan membakar rumah korban.
Pasca kejadian tragis tersebut, Presiden Joko Widodo mengutuk keras aksi terorisme yang dilakukan MIT. Presiden menegaskan tidak boleh ada teroris di Indonesia. Ia juga telah menugaskan Panglima TNI dan Kapolri untuk meningkatkan kewaspadaan serta membongkar jaringan teroris tersebut di Indonesia. "Tindakan yang biadab itu jelas untuk menciptakan provokasi dan teror di tengah-tengah masyarakat, yang ingin merusak persatuan dan kerukunan di antara warga bangsa," ujarnya belum lama ini.
Secara terpisah, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa pihaknya telah memerintahkan Satgas Operasi Tinombala untuk melakukan pengejaran dan pengepungan terhadap para pelaku yang terafiliasi dengan ISIS ini. Polisi menduga kelompok ini berjumlah sepuluh orang dan bersenjatakan senapan laras panjang serta pistol. Identitas pelaku terbongkar setelah kepolisian menunjukkan foto DPO teroris MIT kepada sejumlah saksi untuk mencocokkan identitas. Siapa sebenarnya Ali Kalora dan mengapa komplotan MIT ini masih terus beroperasi?
Wawan Purwanto selaku Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) mengungkapkan bahwa kekuatan MIT makin mengecil pasca tewasnya Santoso dalam kontak senjata 2016 silam. Santoso yang awalnya merupakan tokoh pimpinan dari MIT kemudian digantikan oleh Ali Kalora. "Mereka melakukan rekrutmen-rekrutmen baru dan itu sebabnya mereka masih dalam tahap pengejaran. Memang situasinya mereka terus bersembunyi dari gunung ke gunung," sebutnya saat diwawancarai tvOne.
Kelompok Mujahidin Indonesia Timur ini disebut terpecah ke dalam dua kelompok dan salah satu kelompok bertugas untuk sesekali turun ke permukiman warga untuk mencari makanan dan logistik. Mereka juga tak segan melakukan kekerasan dalam aksinya tersebut.
"Kebetulan satu keluarga ini punya rumah peribadatan, tapi bukan gereja, kemudian dia (MIT) menyerang, dibakar, kemudian dibunuh. Tadinya disandera kemudian ada salah satu anaknya yang lari dan melapor ke penduduk. Kemudian aparat turun ke lokasi tapi posisi keluarga itu sudah dalam keadaan terbunuh," ujar Wawan menambahkan.
Analis terorisme, Al Chaidar menjelaskan bahwa kelompok MIT melakukan hal tersebut untuk menunjukkan eksistensi mereka dan afiliasi mereka kepada ISIS. Ia juga mengatakan bahwa dukungan terhadap MIT ini cukup besar baik dari jaringan ISIS di Indonesia, Filipina, maupun Uighur. "Selain itu memang mereka melakukan teror karena motif teologis mereka sangat kuat, karena mereka alirannya adalah takfiri. Mereka menganggap bahwa orang-orang kafir itu sebagai sasaran," ujarnya.