Pengamat Energi, Dr. Muhammad Badaruddin.
Sumber :
  • Istimewa

Bioetanol Bukan Solusi Atasi Krisis Kualitas Udara

Sabtu, 16 Maret 2024 - 16:54 WIB

Badar mengungkapkan, berdasarkan data KPBB, saat ini Indonesia menjadi negara terakhir di Asia Tenggara yang belum mengadopsi standar Euro 4. Negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia sudah mengadopsinya. Bahkan Singapura sudah mengadopsi standar Euro 6.

Badar menjelaskan, BBM standar Euro 4 kerap dikatakan jika kandungan sulfur dalam bahan bakar tidak melebihi 50 parts per million (ppm). Namun perlu diketahui bahwa Euro 4 bukan sekedar sulfur saja tetapi meliputi pembatasan kadar kandungan senyawa kimia berbahaya seperti benzena, aromatik, olefin yang menyebabkan pencemaran udara dan merusak sistem pernapasan.

BBM berstandar Euro 4 juga memiliki batas kandungan benzena maksimal 1% (v/v), aromatik maksimal 35% (v/v) dan olefin maksimal 18% (v/v). Sementara, spesifikasi BBM Pertamax maupun Pertamax Green 95 memiliki batas benzena maksimal 5% (v/v), aromatik maksimal 40% (v/v) dan olefin 20% (v/v). Sedangkan, BBM Pertalite tidak memiliki batas maksimal kandungan senyawa kimia tersebut, namun cukup dilaporkan.

Terkait dengan penggunaan bioetanol sebagai bentuk transisi energi bersih sebagaimana yang digaungkan saat ini tak menjamin bisa mengatasi kualitas udara yang semakin memburuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioetanol bisa meningkat senyawa organik mudah menguap atau volatile organic compounds karna tekanan uap bensin lebih tinggi. Oleh karena itu, Mexico telah melarang penggunaan bioetanol di kota besar seperti Mexico City, Guadalara dan Monterrey.

"Namun demikian, alih-alih meningkatkan kualitas BBM sesuai standar Euro 4 yang urgen dilakukan saat ini untuk meningkat kualitas udara yang bersih, justru ada upaya untuk mendorong bioetanol yang membutuhkan investasi besar dari hulu hingga hilir dan waktu yang panjang. Padahal, kesehatan dan hak masyarakat, adalah kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi," sesal Badar.

Badar melihat, implementasi bioetanol juga menimbulkan persoalan baru di kemudian hari. “Kalau ngotot akan menggunakan bioetanol, maka ketergantungan kita pada impor akan meroket, karena pasokan bioetanol domestik saat ini tidak cukup. Sehingga mau tidak mau justru akan membuka keran impor bioetanol dan ini berdampak kepada petani dan produsen lokal dan membuat harga BBM semakin tidak terjangkau," tukas Badar.

Berita Terkait :
1
2
3 Selanjutnya
Topik Terkait
Saksikan Juga
15:34
06:55
12:57
01:51
06:48
09:30
Viral