Ketua Bappilu Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat wawancara di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/11/2022)..
Sumber :
  • DPR

Perludem Sebut Pemilu 2024 Bisa Picu Politik Jual Beli, Gerindra: Bisa Dihindari

Senin, 21 November 2022 - 12:14 WIB

Jakarta - Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menanggapi soal pandangan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menyebut Pemilu 2024 bisa memicu terjadinya politik jual beli.

Dia mengatakan praktik jual beli itu bisa dihindari dan diminimalisir di Pemilu 2024 mendatang.

"Pemilu serentak bukan cuma sekarang kan? Kemarin [2019] juga pemilu serentak kan? Jadi saya rasa pemilu serentak yang ditengarai bisa menjadi praktik jual beli itu bisa kemudian kita hindari atau kita minimalisir potensinya," jelas Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/11/2022).

Ketua Harian DPP Gerindra itu lantas memberikan contoh ketika pengalaman Pemilu 2019 lalu.

Saat itu, kontestasi pemilu bisa menjadi bersih karena penyelenggara pemilu dan Bawaslu bekerja secara maksimal.

Sebelumnya, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan Pemilu 2024 bisa memicu terjadinya politik jual beli.

Menurut dia, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang dilakukan serentak bisa menimbulkan efek ekor jas atau coat tail effect.

Selain itu, adanya anomali pada sistem pemilu di Indonesia.

"Mereka akan memilih partai politik yang juga mengusung atau mengusulkan calon presiden yang dia pilih," kata Titi di Amaris Hotel, Jakarta, Minggu (20/11/2022).

Dia menyatakan Indonesia perlu belajar dari sistem pemilu di Brasil yang juga menggunakan sistem pemilu serentak.

Ada 11 pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu di Brasil.

Dia lantas membandingkan dengan Indonesia yang hanya memunculkan sedikit pasangan calon.

Menurut Titi, alasannya karena Indonesia terhalang dengan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakilnya.

"Karena ada ambang batas pencalonan presiden yang angkanya berasal dari pemilu masa lampau menjadikan sistem presidensial rasa parlementer,” ujarnya.

Kata Titi, meskipun partai politik itu dinilai sangat kuat, tetapi jika persentase tidak mencapai ambang batas yang ditetapkan, maka bisa muncul praktik politik jual beli.

“Terlebih masih ada 11 bulan lagi masyarakat akan terus disajikan berita mengenai pertemuan antar elite politik dan selama itu pula kita tidak bisa mengakses apa isi pertemuan tersebut," tandas dia. (saa/nsi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:03
01:19
10:33
08:48
02:40
03:11
Viral