- Tim tvOne/Syifa Aulia
PDIP Oposisi Terbaik, Said Abdullah: Era SBY yang Kami Lakukan Selalu Kritik Kebijakan
Jakarta - Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengakui bahwa partainya masih menjadi oposisi terbaik selama ini.
Pasalnya, di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dia mengatakan partainya tidak pernah oposisi terhadap program pemerintah. Melainkan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan presiden.
"Oposisi yang kami lakukan selalu terhadap kebijakan-kebijakan bapak presiden. Oleh karena itu, publik bisa menerima itu," kata Said di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Dia lantas memberikan contoh ketika partainya tidak setuju terkait pembentukan undang-undang. Pihaknya akan langsung menyampaikan kritikan kepada pemerintah.
"Ketika ide kami tidak masuk, memang kami walk out. Tapi tidak setiap saat walk out saat paripurna," ujarnya.
Atas hal ini, dia menegaskan selama menjadi oposisi pihaknya tidak pernah mengganggu program-program dari pemerintah.
"Karena kami yakini meski kami oposan, program pemerintah adalah untuk rakyat. Kalau untuk rakyat, kami selalu welcome. Akan tetapi, setiap kebijakan itu yang kami kritisi," jelas dia.
Meski selalu mengkritisi kebijakan pemerintah, Said menegaskan pihaknya tetap memberikan solusi. Bahkan menurut dia, solusi yang diberikan PDIP itu juga diakui oleh SBY ketika itu.
__Pengamat Sebut Oposisi Terbaik Masih Dipegang PDIP__
Sebelumnya, Pengamat Politik Hendri Satrio alias Hensat mengatakan PDI Perjuangan (PDIP) masih memegang posisi sebagai oposisi terbaik.
Menurut dia, alasan PDIP masih menjadi oposisi terbaik karena partai berlogo kepala banteng itu berani mengkritik pemerintah dengan suara lantang.
"Oposisi terbaik itu waktu PDIP jadi oposisi menurut saya. Keras. Nah, itu seru demokrasinya," jelas Hensat di Amaris Hotel, Jakarta, Minggu (20/11/2022).
Hensat lantas memberikan contoh ketika PDIP mengkritik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang di bawah naungan Partai Demokrat.
"Waktu Pak SBY jadi presiden, Demokrat berkuasa, itu selalu ada tantangan kritis atau masukan kritis dari PDIP. Itu membuat Demokrat kerapkali berusaha untuk membuat program yang baik untuk rakyat," jelasnya.
"Misalnya tentang program kenaikan BBM. Kalo itu kan ditentang habis-habisan oleh PDIP," sambung dia.
Pada akhirnya, Demokrat membuat program subsidi bantuan langsung tunai untuk rakyat.
Kemudian, ketika Sandiaga Uno dan Prabowo Subianto masuk ke dalam kabinet Presiden Jokowi, Demokrat sebagai oposisi dinilai pasang sikap diam sehingga kebijakan yang dibuatnya selalu lancar tanpa ada kritikan dari oposisi.
"Coba begitu muncul [isu presiden] tiga periode, yang teriak paling kenceng kan salah tiganya PDIP ini, 'oh itu gak boleh'. Mestinya kan oposisi yang teriak itu. Karena oposisinya lemah," kata dia.
Lebih lanjut, Hensat menjelaskan alasan Demokrat kurang ketika menjadi oposisi karena masih kekurangan kursi di parlemen.
Hal ini berbeda ketika PDIP menjadi oposisi bersama Partai Gerindra yang memiliki jumlah kursi banyak di parlemen. Sehingga bisa menandingi pemerintah.
"Lah ini kan Demokrat sama PKS dikit, jadi mau teriak-teriak gimana ya tetep aja pemerintahnya cuek aja, orang enggak ngaruh apa-apa. Tapi kalo PDIP waktu itu, itu berpengaruh karena jumlahnya [kursi] lebih besar," tandas dia. (saa/ebs)