Jokowi Jangan Pernah Katakan Go Nuklir! Dr Isroil Samihardjo Beberkan Rahasianya.
Sumber :
  • tim tvone/tim tvone

Ingatkan Jokowi Jangan Pernah Katakan Go Nuklir! Dr Isroil Samihardjo Beberkan Rahasianya

Rabu, 30 November 2022 - 20:25 WIB

Jakarta - Istilah go nuklir saat ini kian menyeruak, bahkan beberapa kalangan mengusulkan agar salah satu rekomendasi KTT G20 di Bali adalah go nuklir. Hal itu diungkapkan Pakar Perlucutan Senjata Nuklir, Dr Isroil Samihardjo, secara tertulis kepada tvonenews, Rabu (30/11/2022). 

Kemudian, Dr Isroil Samihardjo menyatakan, bahwa tidak munculnya rekomendasi go nuklir dari KTT G20 di Bali adalah sangat tepat. 

"Bahkan sebaiknya Presiden Jokowi tidak perlu mengeluarkan pernyataan go nuklir, kapan pun juga, karena sejatinya Indonesia sudah go nuklir sejak tahun 1950an," beber Dr Isroil Samihardjo.  

Selain itu, dia juga jelaskan, bahwa Indonesia saat ini memiliki tiga reaktor nuklir; yaitu Reaktor TRIGA Mark II di Bandung yang dibangun tahun 1961, Reaktor Nuklir Kartini di Jogjakarta yang dibangun tahun 1974, dan Reaktor GA Siwabessy di Serpong yang dibangun tahun 1983.

"Nah, ketiga reaktor nuklir tersebut hingga saat ini masih berfungsi sangat baik dan Reaktor Serpong adalah merupakan reaktor nuklir terbesar di Asia Tenggara," ungkapnya.

Di samping itu, menurut Isroil, bahwa mengembangkan dan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia adalah suatu keniscayaan. 

Akan tetapi, ia ucapkan, bahwa membuat pernyataan go nuklir adalah kurang tepat bahkan akan kontra produktif dengan upaya pembangunan reaktor itu sendiri.  

"Mengapa? Pertama, menurut Doktor Isroil yang pernah menjadi Anggota Delegasi Indonesia pada sidang-sidang Perlucutan Senjata (disarmament) di PBB antara tahun 1991-2007, go nuklir itu dapat dimaknai juga akan mengembangkan senjata nuklir padahal sudah ada Traktat Non Proliferasi atau NPT (Non Proliferation Treaty) bahwa tidak ada satu pun negara yang boleh mengembangkan senjata nuklir," ucapnya.

Ilustrasi Ledakan Nuklir

Sambungnya menjelasakan, bahwa traktat itu ditandatangani pada tahun 1968 dan mulai berlaku (entry into force) pada tahun 1970. Selain itu, ia sebutkan, Indonesia telah meratifikasinya pada tahun 1979.  

"Saat ini ada 191 negara pihak pada traktat tersebut. Kedua, senjata-senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction) yang terdiri daari senjata nuklir, biologi dan kimia itu semuanya bersifat "dual use" dimana di satu sisi dapat digunakan untuk kesejahteraan (peaceful uses) di sisi lain dapat digunakan untuk permusuhan (hostile purposes)," pungkasnya.

Lanjutnya ungkapkan, benar bahwa istilah go nuklir dimaksudkan untuk go energi nuklir, namun karena sifat dual use itu dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang akan mengambil keuntungan dengan menafsirkannya sebagai niat akan mengembangkan senjata nuklir.

"Seperti halnya kasus Iran dimana negara tersebut baru mengembangkan pengayaan Uranium untuk keperluan energi (saat itu masih jauh di bawah weapon grade) sudah dituduh akan mengembangkan senjata nuklir, karena sebelumnya sudah dicap sebagai negara iblis sebagaimana dinyatakan oleh mendiang Presiden AS George W Bush pada 29 Januari 2002 bawah Iran, Irak dan Korea Utara adalah poros setan (axis of evil)," paparnya.

Ilustrasi Nuklir Dilepaskan atau Ditembakan 

Bandingkan dengan Pakistan, sambungnya menuturkan, bahwa India dan Israel yang sudah nyata-nyata memiliki hulu ledak nuklir (nuclear warhead) tidak dipermasalahkan. 

"Namun, ia sebutkan, hanya karena mereka (India dan Israel) tidak digolongkan sebagai poros setan. Pakistan, India dan Israel masing-masing memiliki 165, 160 dan 90 hulu ledak nuklir," ucapnya. 

Akan tetapi yang ironisnya, ia beberkan bahwa ketiga negara tersebut tidak menandatangani NPT (non-signatory) dan di sisi lain Iran telah meratifikasi NPT.

Di samping itu, ia katakan, dengan munculnya konflik Rusia-Ukraina tentunya istilah go nuklir akan menjadi isu yang sangat sensitif.  

"Apalagi Indonesia harus berdiri di tengah antara negara-negara NATO dan Non NATO. Posisi non-alignment tersebut akan dapat terganggu oleh munculnya pernyataan go nuklir. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah tidak perlu menyatakan go nuklir kapan pun juga," jelasnya.

Masih lanjutnya mengatakan, istilah 'siap menggunakan energi nuklir' akan lebih bijaksana. Sebab, istilah 'ready for nuclear energy' atau yang sejenis dengan itu akan lebih bijaksana.

"Misalnya "siap energi nuklir" karena sejatinya Indonesia telah siap dan mampu mengembangkan pembangkit listrik bersumber dari nuklir khususnya dari sisi sumberdaya manusianya," pungkasnya. (aag)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
09:21
10:37
01:40
08:51
13:42
07:20
Viral