Psikolog Klinis Beberkan Faktor-Faktor Penyebab 52 Siswa Melukai Diri Sendiri

Rabu, 15 Maret 2023 - 08:45 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Informasi berikut ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran melukai diri sendiri, bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak profesional seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.

Dunia pendidikan di Kabupaten Bengkulu Utara mendadak gempar. Puluhan siswi di SMP Negeri 1 di Bengkulu Utara kedapatan berperilaku aneh dengan melukai tangan dengan senjata tajam.

Selain trend di media sosial, faktor lingkungan dan krisis identitas menjadi latar belakang aksi pelajar tersebut. Menurut Kepala SMPN 1, Sri Utami, kasus ini terungkap setelah salah seorang guru mendapati seorang siswi dengan luka sayat di tangan kiri. 

Setelah melakukan razia ke seluruh kelas, pihak sekolah mendapati sebanyak 52 siswi yang ternyata melakukan hal serupa. Atas temuan ini pihak sekolah, telah berkoordinasi dengan unit PPA Satreskrim Polres Bengkulu Utara. 

Bahkan psikolog untuk mendampingi pemeriksaan para siswi tersebut. Sekolah juga telah memanggil para wali murid agar berupaya menasehati anak-anaknya sehingga kejadian ini tidak terulang lagi.

Psikolog Klinis, Mellissa Grace mengatakan bahwa perilaku yang diperlihatkan puluhan siswa dengan melukai dirinya sendiri disebut dengan perilaku maladaptif.

Perilaku tersebut dapat dilihat dari dua faktor. Satu adalah faktor risiko dan faktor protektif.

“Masing-masing faktor baik resiko ataupun protektif ini kita bisa lihat dari aspek internal, eksternal, dan juga situasional,” tutur Mellissa.

Risiko dari faktor internal, menurut Mellissa, misalnya isu kesehatan mental yang ada pada seorang anak.

“Apakah anak-anak tersebut punya isu kesehatan mental tertentu, lalu bagaimana, coping stressnya bagaimana tingkat kecerdasannya. Bagaimana cara dia problem solving itu faktor-faktor internal,” kata Mellissa.

Sedangkan dari faktor eksternal seperti pola asuh, pola pengajaran pendidikan di sekolah, kemudian pola pertemanan.

Selain itu ada faktor situasional seperti mengalami konflik dengan kekasih atau keluarga.

“Faktor-faktor ini yang kalau ini sumbunya bertemu satu sama lain bisa memunculkan yang namanya faktor risiko ini menjadi lebih besar. Perilaku yang tadi dijelaskan itu termasuk dalam perilaku self harming,  menyakiti diri sendiri tidak terjadi di saat yang bersamaan. Tapi kenapa ini seolah jadi kayak menjadi tren ya. Kita melihat kalau ini kan terjadinya di anak SMP ya memang berdasarkan penelitian juga bahwa perilaku self farming itu biasanya muncul di early teens (usia remaja awal),” ucap Mellissa.

Pada usia awal remaja, Mellissa mengatakan bahwa biasanya anak-anak mengalami kebingungan dalam identitas dirinya.

Di masa ini lah rentan sekali untuk melakukan trial and error. Para remaja pun cenderung ingin mencoba apa yang dilakukan teman sekelilingnya, atau ada tekanan teman sebaya.(awy)
 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:19
00:55
01:06
01:48
01:38
06:57
Viral