Soroti Penangkapan Buron Teroris Zulkarnaen, Komandan Militer Jamaah Islamiyah | tvOne

Sabtu, 12 Desember 2020 - 18:20 WIB

Jakarta – Penangkapan buron teroris Zulkarnaen alias Aris Sumarsono alias Daud di tempat persembunyiannya di Gang Kolibri, Kelurahan Toto Harjo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 merupakan prestasi besar. Mantan penyidik Bom Bali I, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto menyoroti penangkapan komandan militer Jamaah Islamiyah (JI) di program Kabar Petang, Sabtu, 12 Desember 2020.

Zulkarnaen merupakan sosok yang memiliki peran penting di dalam jaringan teroris di tanah air. Ia adalah panglima askari (kelompok bersenjata) JI.

“Bom Bali I, Bom Bali II, Marriot, kemudian Kedubes Australia, kemudian beberapa serangan teror lain, itu masing-masing ketika Azahari dan Nurdin (M Top) masih hidup waktu itu, dia (Zulkarnaen) yang aktif menentukan sasaran, mengorganisir sasaran dan sebagainya,” ungkap Benny.

Bagi Benny, penangkapan Zulkarnaen dan dua tokoh teroris lainnya yakni Para Wijayanto dan Upik Lawanga akan memberikan banyak informasi baru pengelolaan organisasi terorisme. Mereka telah memulai bisnis legal untuk mempersulit pelacakan oleh petugas.

“ Di awal, Al Jamaah Islamiyah memang banyak dukungan dari Al-Qaeda, seperti Bom Bali I—al-Qaeda, kemudian (bom) Marriot dan sebagainya. Ke sini mulai dengan fai—perampokan bank dan sebagainya, termasuk juga dari infak, sedekah dari pihak-pihak simpatisan. JI kemudian berkembang setelah di tangan Para Wijayanto karena memiliki bisnis legal. Maka mereka bisa mengumpulkan uang—bicara miliar. Sehingga mereka bisa menggaji, memberi honor pada jajaran, yang level-level atas,” kata Benny.

Penangkapan ketiga tokoh JI ini juga bakal mengungkap kemungkinan penggalangan dana melalui kotak amal yang disebar di banyak tempat umum.

“Saya yakin Tim Densus sudah membuka file untuk nanti bagaimana keterkaitan dengan kasus lain, termasuk juga bicara masalah pendanaan. Adakah kaitannya dengan kotak amal?  Karena indikasi ke sana ada,” tambahnya.

Menurut Benny, pengelolaan jaringan terorisme sekarang lebih canggih dibanding sebelumnya. Mereka beradaptasi.

“Kalau sudah terekam dengan baik, kemudian dibuka semuanya, akan kelihatan. Berapa besar, berapa banyak, dan sejak kapan. Inisiator dari mana. Pengamatan kami itu, perubahan yang terjadi secara drastis sekarang adalah lebih profesional dalam mengelola jaringan dibanding dulu. Dulu kelihatan sekali, mengandalkan bantuan dari Al-Qaeda, ada aksi  teror yang besar nunggu bantuan. Kalau ini enggak, semuanya sudah diatur,” tuturnya.

Benny menambahkan, Tim Densus 88 harus mengombinasikan teknologi dan pemantauan langsung untuk mengungkap jaringan terorisme di Indonesia karena mereka sudah tahu bagaimana menghindari penyadapan.

“Ke depan harus ada kombinasi dalam hal operasi lapangan, tidak hanya mengandalkan IT, tetapi juga surveillance langsung karena mereka sudah pintar lah, enggak pakai ini, enggak pakai ini, karena tahu nanti disadap dan sebagainya. Jadi akhirnya ada kombinasi yang perlu ditingkatkan,” tambah Benny.

Dia berharap jumlah personel dan peralatan Densus 88 diperkuat.

“Densus perlu diperkuat, untuk memantau seluruh wilayah, memantau pergerakan sel-sel ini diperlukan dukungan. Tidak hanya SDM tetapi juga peralatan,” pungkasnya. (act)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:47
02:23
01:31
03:15
01:19
06:20
Viral