Sempat Dihapus, Pasal Penghinaan Presiden Kembali Muncul

Jumat, 11 Juni 2021 - 13:20 WIB

Jakarta - Munculnya kembali pasal penghinaan presiden dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah menuai polemik. Pasalnya, sejumlah kalangan menilai upaya menghidupkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) bertentangan dengan konstitusi.

Sedangkan pemerintah memutuskan pasal penghinaan terhadap presiden tetap ada di rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam draft RUU KUHP Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang nantinya akan dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara. Jika penghinaan terhadap presiden dilakukan di media sosial atau sarana elektronik, acamanannya diperberat menjadi 4,5 tahun penjara.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa pasal penghinaan terhadap presiden penting diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara itu, pasal ini nantinya bersifat delik aduan sehingga pelapor hanya bisa dilakukan oleh kepala negara bukan pihak lain.

“Terkait delik aduan itu ada penjelasan yang menyatakan dengan tegas bahwa berkaitan dengan kritik dengan pemerintah itu tidak dapat dilakukan,” ujar Edward.

Perihal tersebut, ada usulan bahwa pasal penghinaan terhadap presiden akan dialihkan menjadi hukum perdata. Namun, dengan tegas Edward menepisnya dan mengatakan jika setiap negara memiliki peraturan yang berbeda-beda.

“Kalau yang perdata itu hanya di Perancis tetapi di tempat lain dan di negara lain termasuk dalam hukum  pidana,” sambungnya.

Sementara itu, pengamat hukum tata negara yakni Feri Amsari menilai bahwa rumusan penghinaan terhadap presiden dapat mengembalikan budaya feodal dari zaman kolonial Belanda. Feri meminta kepada DPR dan pemerintah untuk menghapus pasal tersebut dari rancangan KUHP.

“Putusan Mahkamah Konstitusi sudah pernah memutus mengenai perkara ini dan menyatakan pasal penghinaan terhadap presiden adalah pasal-pasal yang inkonstitusional,” kata Feri yang disampaikan secara virtual.

Menurutnya, upaya untuk menghidupkan kembali pasal-pasal ini tentu saja merupakan upaya yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. “Upaya untuk menghidupkan pasal-pasal ini harus dihentikan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Feri Amsari menjelaskan dari segi sejarah bahwa pasal-pasal penghinaan terhadap presiden berkaitan erat dengan semangat kolonialisme, dimana negara yang dijajah tidak boleh mengkritik para penjajahnya.

Pembahasan rancangan KUHP masih dilakukan oleh DPR dan pemerintah dalam rancangan KUHP tersebut, salah satunya memuat pasal penghinaan terhadap presiden maupun wakil presiden yang masih menjadi perbincangan. Sebab, klausul tersebut telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 silam. (adh)
Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:32
01:02
12:54
01:37
03:14
01:14
Viral