Paparan BPS terkait angka kemiskinan di Gunungkidul di hadapan bupati dan jajaran, Senin (27/12/2021)..
Sumber :
  • Tim tvOne - Lucas Didit

Angka Kemiskinan di Gunungkidul Naik, Bupati: Tolak Ukur BPS Terlalu Makro

Rabu, 29 Desember 2021 - 21:48 WIB

Gunungkidul, DIY - Pada 2021 angka kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul mengalami peningkatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada kenaikan 0,62 persen yaitu menjadi 17,69 persen, sementara di 2020 lalu di angka 17,07 persen.

Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, menanggapi, bahwa dengan kenaikan ini dirinya menyayangkan metode kajian yang dilakukan oleh BPS tentang kriteria kemiskinan. 

"Kami sudah menerima paparan data BPS tersebut pada Senin lalu dan tentang kriteria kemiskinan, sayangnya tolak ukurnya terlalu makro," terang Sunaryanto, Rabu (29/12/2021).

Sunaryanta menyebut, yang disebut makro, yaitu hanya berbasis pada pengeluaran dan pendapatan. Padahal, ia menilai ada banyak faktor di Gunungkidul yang bisa menjadi indikator.

"Seperti kondisi sosial, budaya, aset, dan sebagainya. Menurut kami, karakteristik Gunungkidul yang lebih ke arah pedesaan memiliki ukuran kemiskinan yang berbeda pula," lanjut Bupati.

Bupati berharap, kriteria ukuran kemiskinan ini harusnya tidak disamakan antara pedesaan dan kota, karena karakternya memang berbeda.

"Ukuran secara makro ini akhirnya membuat sulit menentukan secara spesifik, mana warga dan wilayah yang dinilai paling miskin secara ekonomi," imbuhnya.

Sunaryanta berharap BPS menyertakan indikator lain sebagai penentu angka kemiskinan. 

"Karena Gunungkidul merupakan wilayah penghasil pangan, maka secara ketahanan pangan justru terbilang lebih stabil. Sementara kalau faktor-faktor lain disertakan, mungkin angka kemiskinan bisa lebih rendah," tandasnya.

Sebelumnya, Kepala BPS Gunungkidul, Rintang Awan Eltribakti, menyampaikan, angka kemiskinan memang dihitung berdasarkan konsep kebutuhan dasar. 

"Selain itu, nilai pengeluaran kebutuhan minimum untuk makanan dan utilitas turut diukur," terang Rintang.

Menurutnya, ada 52 jenis komoditi kebutuhan dasar makanan yang jadi ukuran. Sedangkan untuk non-makanan terdapat perbedaan antara kawasan pedesaan (47 jenis komoditi), dan perkotaan (51 jenis komoditi).

"Metode ini sudah dipakai BPS sejak tahun 1998, agar hasilnya konsisten dan bisa disandingkan secara periodik," jelas Eltri. (Lucas Didit/Buz).

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
05:04
01:52
00:44
03:48
01:02
01:32
Viral