Rumah Produksi Sendal Bakiak Tradisional Di Wonosobo Tetap Bertahan Hingga Sekarang (06/11/2021).
Sumber :
  • Tim tvOne - Ronaldo Bramantyo

Digempur Produk Modern, Perajin Sendal Bakiak di Wonosobo Tetap Eksis Bertahan

Minggu, 7 November 2021 - 10:30 WIB

Wonosobo, Jawa Tengah - Perajin sendal bakiak di Wonosobo, Jawa Tengah, tetap eksis bertahan ditengah persaingan berbagai macam alas kaki seperti sendal dan sepatu modern baik produksi lokal maupun impor.

Industri rumahan sendal bakiak yang sudah berdiri sejak puluhan tahun dan turun temurun ini pun tetap berproduksi dan tetap eksis dengan memanfaatkan media online untuk penjualannya.  

Maji, pria berusia 45 tahun pengrajin bakiak atau sendal kayu tradisional asal dusun Mergosono, Desa Karangluhur, Kecamatan Kertek, Wonosobo, Jawa tengah memilih untuk tetap bertahan meski persaingan produksi alas kaki modern kini semakin ketat.

Gempuran persaingan produk alas kaki modern yang kini membanjiri pasaran, tak membuat Maji patah semangat, karena usaha yang sudah didirikan selama kurang lebih 27 tahun dan menjadi usaha turun temurun ini membutuhkan keahlian khusus serta memiliki target pasar tertentu, yakni pondok pesantren.

“Dulu bapak saya adalah seorang pembuat kelom geulis, namun tidak jalan. Kemudian berbekal ilmu dari bapak, sekitar tahun 1997 saya mulai menekuni membuat gapyak (bakiak), baru tahun 2001 usaha ini saya seriusi sampai sekarang,” kata Maji saat ditemui dirumah produksi bakiak, Sabtu (06/11)  

Meski mengalami penurunan penjualan dalam beberapa tahun terakhir, industri bakiak rumahan milik maji masih tergolong menguntungkan, dibantu 7 orang karyawannya dalam satu bulan maji mampu memproduksi hingga 2500 pasang sendal bakiak yang siap dijual.

Menurutnya selama menggeluti kerajinan bakiak, permintaan pasar akan sendal kayu tradisional hasil kerajinan Maji ini pun tergolong masih cukup tinggi terutama untuk pasaran pondok pesantren di pulau Jawa.

Bahkan dibeberapa pondok pesantren di provinsi Jawa Timur dan Banten, produk bakiak milik Maji pun hingga kini masih rutin mendapatkan pesanan sebanyak 100 hingga 300 pasang bakiak tiap bulannya.

“Yang rutin tiap bulan memesan gapyak itu pondok pesantren di daerah Jawa Timur, dalam sebulan bisa 100 sampai 300 pasang,” ungkapnya.

Untuk meluaskan jaringan pemasarannya dimasa pandemi ia pun tak kehilangan akal yakni memanfaatkan platform digital yang ada, serta penjualan dibeberapa media sosial seperti facebook, instagram, whatsapp dan lain lain.

“3 bulan awal pandemi produksi sempat terhenti dan tutup karena tidak bisa membayar karyawan, kemudian saya coba pemasaran melalui online ternyata berjalan sampai sekarang,” jelas Maji.  

Maji menambahkan bahan kayu yang digunakan sebelumnya menggunakan kayu jenis Suren, namun sekarang jenis kayu Suren sulit didapatkan dipetani lokal, maka ia menggantinya dengan kayu jenis Jemitri.

Selain mudah didapatkan dipetani petani lokal, kayu jenis Jemitri juga mudah dibentuk dan cukup murah sehingga dapat memangkas ongkos produksi bakiak.

“Kayu Jemitri ini mudah didapat, untuk kekuatan pakainya bisa sampai 3 bulan karena jenis kayu ini tahan air,” jelasnya.

Untuk sepasang bakiak, Maji pun mematok harga grosir dan eceran yang cukup murah, yakni RP 15 ribu rupiah untuk harga grosir dan RP20 ribu hingga RP25 ribu rupiah untuk harga eceran. (Ronaldo Bramantyo/Buz)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:52
00:44
03:48
01:02
01:32
04:19
Viral