Ilustrasi Wanita Muslim.
Sumber :
  • freepik

Kisah Batalnya Puasa Dua Orang Perempuan di Zaman Nabi Muhammad 

Selasa, 21 Maret 2023 - 16:21 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Dalam kitab Dalīl al-Sā’ilīn, karya Anas Isma’il Abu Dawud halaman 414, ada riwayat yang secara sanad tidak kuat bahwa ada dua orang perempuan yang sedang berpuasa mengutus seseorang sowan kepada Nabi Muhammad SAW dengan maksud meminta izin membatalkan puasa.

Hal itu disebutkan karena kedua wanita yang puasa itu menghadapi rasa haus dan lapar yang mengkhawatirkan keselamatan jiwa. Baginda Rasul kemudian mengirimkan sebuah wadah kepada dua perempuan itu. 

“Muntahkanlah apa yang telah kamu sekalian makan ke dalam wadah ini!” perintah beliau kepada mereka. Salah satu dari kedua perempuan tersebut memuntahkan darah disertai daging busuk yang memenuhi separuh dari wadah. Begitu juga dengan perempuan yang satunya lagi, ia memuntahkan hal serupa yang memenuhi ruang yang tersisa dari wadah tersebut. 


Ilustrasi Menu Saat Puasa (envato element)

Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun terheran-heran atas apa yang mereka lihat, kemudian Nabi bersabda: 

“Pada mulanya, dua orang perempuan ini berpuasa sebagaimana mestinya. Di saat sahur, mereka memakan makanan yang halal bagi mereka. Tapi, mereka membuat (pahala) puasanya menjadi batal karena telah melakukan hal yang telah Allah haramkan kepada mereka. Yaitu keduanya duduk bersama, lalu membicarakan dan menggunjing orang lain. Muntahan ini berasal dari daging yang mereka makan dari orang-orang yang mereka gunjingkan”.

Allah Subhānahu wa Ta’ālā berfirman dalam Al-Qur`an (Surah al-Hujurāt Ayat 12): 

وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ  اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

“Dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang”.  


Ilustrasi Orang yang sedang Gibah (freepik)

Gibah atau membicarakan keburukan orang lain adalah perbuatan yang selamanya dilarang dalam agama Islam, terlebih di bulan suci Ramadhan.  

Sudah merupakan suatu kewajiban bagi orang yang berpuasa untuk memperhatikan adab dan menjaga nilai-nilai spiritual dari puasa itu sendiri, agar hari-hari yang ia lewati di bulan Ramadhan tidak hanya sebatas menahan lapar dan haus, tapi juga bisa menahan diri dari melakukan perbuatan yang tercela, sebagaimana tujuan utama diwajibkannya puasa, yaitu agar kita menjadi insan yang bertakwa. 

Hal yang bisa diambil pelajaran dari kisah di atas adalah meskipun kedua perempuan tersebut tidak memakan apapun saat mereka berpuasa, tapi mereka menggunjing aib banyak orang. Sedangkan dalam Al-Qur`an disebutkan orang yang gemar menggunjing sama saja seperti orang yang suka memakan bangkai daging orang yang ia bicarakan.

Lantas, masihkah kita mau menggunjing dalam keadaan berpuasa yang akan menggugurkan pahala berpuasa? Tentu saja tidak kan? Oleh karena itu, marilah kita jalani puasa ini dengan tidak hanya mencegah sesuatu untuk masuk ke dalam tubuh kita. Tapi lebih dari itu, yaitu menjaga segenap anggota tubuh kita agar tidak melakukan sesuatu yang dilarang dalam agama. 


Ilustrasi Gibah (freepik)

Bulan Ramadhan sering kita sebut sebagai bulan yang suci, jangan kita nodai kesucian bulan ini dengan perbuatan buruk. Jadikanlah bulan Ramadhan sebagai momen untuk mensucikan rohani diri, sehingga kita keluar dari bulan Ramadhan dalam keadaan fitri nan suci seperti fitrahnya seorang bayi. Ini sejalan dengan apa yang disabdakan oleh Nabi: 

إن الله عز وجل فرض صيام رمضان وسننت قيامه  فمن صامه وقامه احتسابًا خرج من الذنوب كيوم ولدته أمه

Artinya:

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berpuasa di bulan Ramadhan dan aku telah menganjurkan untuk menghidupkannya (dengan ibadah sunnah). Maka, siapa yang berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya.” (al-Fath alRabbānī, 9:224).

Penulis: Sofyan Qurthuby  - Santri Nahdlatul Ulama
Editor: Abdul Ghofur Maiomen - Rois Syuriah PBNU

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:52
01:42
10:01
02:16
01:09
01:25
Viral