Jakarta - Politisi PDIP Adian Napitupulu mengatakan, Pancasila dengan segala kekurangannya selama 77 tahun telah mampu membuktikan kemampua dalam menjaga keutuhan Indonesia. Dia pun menegaskan, bahwa ideologi adalah yang terbaik bagi bumi pertiwi.
Adian kemudian teringat akan nasihat seniornya, Almarhum Sabam Sirait yang mengajarkan sudut pandang tentang jawaban akan persoalan rakyat dengan lebih sering mendengar dan turun ke bawah.
“Bang Sabam bilang kamu kebanyakan baca buku, nanti kamu cepat tua sebelum waktunya. Anak muda harus dekat rakyat. Tugas kamu yang muda-muda ini harus turun ke bawah,” kenang Adian.
Adian melanjutkan, jawaban Sabam tersebut terbukti dapat memberi kualitas pemikiran untuk sumbangsih membantu rakyat. Adian yakin, kalau mencoba teori sosial maka jawabannya ada di masyarakat saat turun ke bawah.
“Menurut saya mempercayai ideologi bangsa ini harus mampu menjadikan Pancasila menjadi jawaban. Menjawab semua persoalan-persoalan yang tadi disebutkan seperti mengentaskan kemiskinan, kesenjangan sosial dan lainnya,” tukasnya.
Sementara, Ketua PMII Muhammad Abdullah Syukuri bicara dari sudut pandang santri. Meski tidak langsung dengan pendiri bangsa, saat berinteraksi dengan guru-guru, mengetahui bahwa Bung Karno pernah tanya Kyai Wahid Hasym tentang bagaimana hukumnya kewajiban membela negara dalam persfektif agama, yang dijawab wajib dan mutlak membela negara.
“Kalau dulu diselenggarakan voting, maka Indonesia saya yakin negara Islam. Kalau di voting untuk bahasa nasional saya yakin juga akan bahasa Jawa bahasa nasional karena waktu 40-50 persen orang Jawa,” bebernya menanggapi sistem demokrasi masa kini.
Mengambil contoh, kekakuan membentuk negara bangsa, yang dialami Yugoslavia. Negara itu pecah berdasarkan kesukuannya menjadi Serbia, Bosnia, Korasia dsb.
“Saya bayangkan jika hal ini terjadi di Indonesia, pasti banyak sekali terpecah. Dari Aceh hingga Merauke,” katanya.
Yang lain, seperti Argentina dan Brasil yang hingga kini memakai bahasa penjajahnya Spanyol dan Portugis. Beda dengan Indonesia walau dijajah 350 tahun tetap kita dengan bahasa sendiri.
“Sekarang ironis karena seolah kita memposisikan bangsa kita inferior hanya karena baru pulang belajar dari Timur Tengah dan Amerika, saya kira ini yang kita harus koreksi,” tegas pria yang sedang studi di Jerman ini.
Kenapa negara bangsa kita mau diseragamkan. Memaksakan keyakinan dan agama. Ini perlu direnungkan komunitas milenial.
“Dalam konteks membangun persaudaraan kami diajarkan sesepuh dalam tiga hal yakni membangun persaudaraan sesama Islam, membangun persaudaraan sesama anak bangsa dan membangun persaudaraan sesama manusia. Bersyukur menjadi NKRI, karena sebagai bangsa kita tidak bisa saling menyalahkan dengan yang lain,” tamdasnya.
Tantangannya, kata Abe, sejauh apa ideologi kita yakini, Pancasila dan agama kita yakini menjadikan rakyat menjadi sejahtera. Nilai-niali yang kita yakini menuju Indonesia sejahtera.
Senada dengan itu, Ketua Umum PMKRI Tri Natalia Urada menyampaikan bahwa adanya Indonesia sekarang sudah pasti ada yang berjuang untuk kemerdekaan.
“Membicarakan tokoh fenomenal Sabam Sirait, bagi saya beliau tokoh yang menginspirasi.
Sementara itu, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto mengenang Sabam Sirait, mantan anggota DPR RI dan DPD RI, sebagai tokoh demokrasi yang sangat mencintai Indonesia dan telah memberikan banyak sumbangsih bagi bangsa dan negara selama pengabdiannya.
"Tokoh demokrasi yang sangat mencintai Indonesia. Selama hidupnya, telah banyak gagasan dan pemikiran yang disumbangkan bagi bangsa dan negaranya, terutama yang terkait dengan nasionalisme, kebinnekaan, dan keutuhan NKRI," kata Sidarto.
Sebagai sosok yang berdedikasi, katanya, Sabam tetap aktif sebagai anggota DPD RI hingga akhir masa hidupjnya. Sidarto juga mengenang pernah bekerja bersama Sabam selama duduk di Komisi I DPR RI, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), dan berbagai panitia khusus rancangan undang-undang (Pansus RUU).
"Saya mengenal beliau sejak lama, namun interaksi kami semakin intens ketika saya masuk menjadi kader PDI Perjuangan pada tahun 1998. Beliau adalah salah satu tokoh fusi (pendiri) partai pada 10 Januari 1973 dan menjadi Sekjen PDI selama tiga periode," jelasnya.(ebs)
Load more