LIVESTREAM
img_title
Tutup Menu
Daerah Sulawesi Sumatera Jabar Banten Jateng DI Yogya Jatim Bali
Otajar John, 83, berpose di depan rumahnya di desa Bazaar, distrik Kumi, Uganda, 10 Mei 2022
Sumber :
  • (Thomson Reuters Foundation/Okia John/as)

Jutaan Warga Tak Punya KTP, Pemerintah Uganda Digugat

John adalah satu dari jutaan warga Uganda yang menggugat pemerintah melalui sebuah aliansi amal

Senin, 16 Mei 2022 - 20:50 WIB

Nairobi - Ketika Otajar John mendengar kabar bahwa warga lanjut usia akan diberi tunjangan sebesar 25 ribu shilling (Rp102 ribu) per bulan dari pemerintah Uganda, dia bergegas mendaftar.

Setelah seumur hidup menjadi petani, pria 80-an tahun itu hidup pas-pasan dengan mengemis. Tunjangan yang ditawarkan pemerintah Uganda akan sangat membantu, pikir dia.

Namun, hampir dua tahun kemudian John masih belum bisa memperoleh tunjangan itu karena dia tidak punya "ndaga mutu". KTP digital itu menjadi syarat untuk mengakses sebagian besar layanan publik dan pribadi di Uganda.

"Saya mendaftar untuk KTP itu, tapi tanggal kelahiran saya dibuat 10 tahun lebih muda dan saya tak bisa menggunakannya," kata John, 83 tahun, kepada Thomson Reuters Foundation lewat telepon dari rumahnya di desa Bazaar di distrik Kumi.

"Saya sudah berkali-kali meminta agar KTP saya dikoreksi, tapi para pejabat tidak mau melakukannya dan menolak saya. Tanpa kartu itu, saya tak punya pilihan kecuali mengemis sampai mati," katanya dalam bahasa Ateso lewat penerjemah.

John adalah satu dari jutaan warga Uganda yang menggugat pemerintah melalui sebuah aliansi amal. Aliansi itu mengatakan kelompok rentan itu telah ditolak mendapatkan bantuan kemanusiaan karena tidak disertakan dalam peluncuran KTP nasional.

Tiga badan amal dalam aliansi itu –Initiative for Social and Economic Rights, Unwanted Witness, dan Health Equity and Policy Initiative– memperkirakan hampir sepertiga orang dewasa tidak memiliki kartu KTP biometrik itu, tujuh tahun setelah sistem tersebut diluncurkan.

Sebagian besar mereka yang terdampak adalah warga miskin dan terpinggirkan, seperti lansia yang tak mampu mendapatkan bantuan kesejahteraan dan wanita hamil yang ditolak oleh pusat kesehatan, kata mereka mengutip riset yang dilakukan tahun lalu.

Tidak adanya KTP nasional juga membuat banyak warga tak bisa membuka rekening bank, membeli kartu ponsel, masuk universitas, bekerja di sektor formal dan membuat paspor, kata mereka.

Ketiga badan amal itu melayangkan gugatan pada 25 April. Mereka menyebutkan bahwa penggunaan wajib KTP nasional itu bersifat eksklusif dan melanggar hak penduduk untuk mendapatkan layanan penting.

Mereka ingin agar pengadilan memaksa pemerintah untuk menerima bentuk identifikasi alternatif dalam layanan sosial dan kesehatan.

Para pejabat di Otoritas Identifikasi dan Registrasi Nasional (NIRA), yang mengurusi KTP digital, tidak membalas permintaan untuk berkomentar.

Mereka sebelumnya mengakui bahwa sistem itu perlu ditingkatkan dan mengatakan akan mengambil langkah untuk menambah penerbitan kartu.

Brian Kiira, petugas program di Initiative for Social and Economic Rights, mengatakan ada "kendala tak terhitung" dalam sistem KTP digital itu sejak diluncurkan pada 2015.

"Dari rancangan hingga implementasinya, seluruh sistemnya amat bermasalah," kata dia.

"Orang-orang menderita karena mereka tak punya KTP. Kami berusaha membantu pihak berwenang, tapi tetap tak ada perubahan. Jadi kami tak punya opsi lain kecuali membawa hal ini ke pengadilan."

Penuh Masalah

Sekitar 1 miliar orang, 40 persen di antaranya hidup di Afrika, tidak memiliki bukti identitas resmi, sehingga membatasi kemampuan mereka mengakses layanan kesehatan, pendidikan dan keuangan, menurut perkiraan Bank Dunia.

Semakin banyak negara mengadopsi sistem KTP nasional karena memberikan kemudahan dan efisiensi, meningkatkan keamanan, dan mencegah penipuan. Sistem itu juga menelan biaya lebih rendah dibandingkan sistem analog.

KTP digital, yang mengaitkan data biometrik seperti sidik jari dan pindaian iris mata dengan nomor identitas yang unik, telah diperkenalkan di negara-negara seperti India, Kanada, Meksiko, Indonesia, Malaysia, Jerman, Ghana, Nigeria, Afrika Selatan dan Chile.

Sistem di India, yang terbesar di dunia, juga telah dikritik karena tidak menyertakan sekitar 100 juta penduduk rentan, kebanyakan dari mereka adalah tunawisma atau warga transgender yang tidak bisa mendapatkan layanan penting.

Mengutip data terkini dari NIRA, riset oleh tiga badan amal Uganda itu tahun lalu mengatakan hanya sekitar 12,7 juta kartu telah dikeluarkan bagi 18,9 juta warga dewasa pada 2019.

Penduduk, terutama di wilayah pedesaan, tidak paham cara mendaftar dan menghadapi kesulitan menempuh dan menanggung ongkos perjalanan jauh untuk mendatangi kantor pendaftaran, kata mereka.

Riset tersebut, yang mencakup lebih dari 450 wawancara, juga menemukan waktu tunggu penerbitan kartu yang lama dan tinggi tingkat kesalahan penulisan nama dan tanggal lahir, seperti yang dialami John.

Akibatnya, sekitar 50 ribu orang berusia di atas 80 memiliki kekeliruan di KTP mereka atau sama sekali tak punya KTP, sehingga mereka tak bisa memperoleh tunjangan bagi lansia, kata mereka.

Ongkos sebesar 50 ribu shilling (Rp204 ribu) harus dibayarkan untuk memperbaiki KTP, yang tak terjangkau oleh banyak orang di negara Afrika timur itu, kata para aktivis.

Lebih dari 40 persen orang Uganda hidup dengan uang kurang dari 1,9 dolar AS (Rp27.885) per hari, menurut Bank Dunia.

Perlu Dipikirkan Lagi

"Kurangnya akses untuk mendapatkan KTP, waktu tunggu dan birokrasi untuk menerbitkannya, dan penggunaan wajib (kartu itu) telah menyebabkan sistem KTP Uganda jadi eksklusif," kata Dorothy Mukasa, direktur pelaksana Unwanted Witness.

"Sampai mereka bisa menangani semua masalah itu dan mengalokasi sumber daya yang cukup bagi sistem KTP nasional, pemerintah harus mengizinkan penggunaan bentuk identifikasi lain, misalnya surat keterangan dari desa seperti dulu."

Kasus tersebut diperkirakan akan disidangkan di Pengadilan Tinggi Uganda, tapi tanggal pelaksanaannya belum ditentukan.

Tahun lalu, ketiga badan amal itu mengajukan gugatan serupa setelah pemerintah mengumumkan rencana mensyaratkan KTP dalam vaksinasi COVID-19. Pengadilan belum memutuskan, sehingga kementerian kesehatan belum bisa melaksanakannya.

Ada proliferasi skema KTP nasional di negara-negara Afrika dalam beberapa tahun terakhir, tetapi para pembela hak digital mengatakan skema itu dilakukan terlalu cepat, sering tanpa perencanaan atau sumber daya yang cukup.

"Kebanyakan proyek KTP ini diimpor dan rancangan dan implementasinya benar-benar tidak mempertimbangkan spesifikasi dan konteks negara yang bersangkutan," kata Bridget Andere, analis Afrika di Access Now.

Pemindai biometrik di Uganda, contohnya, sering tak bisa membaca sidik jari warga lansia karena garis telapak tangan mereka memudar karena berpuluh-puluh tahun bekerja keras seperti di daerah pertanian, kata Andere.

"Bukannya jadi lebih inklusif, KTP digital ini justru memperburuk kesenjangan sosial," kata dia menambahkan.

Komentar
Berita Terkait
Topik Terkait
Saksikan Juga
Jangan Lewatkan
Shin Tae-yong Ragu Calon Pemain Naturalisasi Grade A Ini Bisa Main untuk Timnas Indonesia Melawan Irak dan Filipina

Shin Tae-yong Ragu Calon Pemain Naturalisasi Grade A Ini Bisa Main untuk Timnas Indonesia Melawan Irak dan Filipina

Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, terkesan ragu-ragu untuk memberikan jawaban pasti soal status Maarten Paes jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Oknum Dosen Genit UNPAR Bandung Diberhentikan Usai Kasus Dugaan Pelecehan Seksualnya Viral

Oknum Dosen Genit UNPAR Bandung Diberhentikan Usai Kasus Dugaan Pelecehan Seksualnya Viral

Kampus UNPAR Bandung sudah memberhentikan SM yang tercatat sebagai dosen Luar Biasa Fakultas Filsafat UNPAR yang diduga terlibat kasus pelecehan seksual.
Remaja Bunuh Ibu Kandung di Sukabumi, Ini Perilakunya Saat Berada di Sel Tahanan

Remaja Bunuh Ibu Kandung di Sukabumi, Ini Perilakunya Saat Berada di Sel Tahanan

Polres menangkap remaja laki-laki bernama Rahmat yang tega membunuh ibu kandungnya sendiri di Sukabumi, Jawa Barat.
Fakhri Husaini Anggap Prestasi Shin Tae-yong Bersama Timnas Indonesia di Piala Asia Biasa Saja, Kok Bisa?

Fakhri Husaini Anggap Prestasi Shin Tae-yong Bersama Timnas Indonesia di Piala Asia Biasa Saja, Kok Bisa?

Mantan pelatih Timnas Indonesia U-16, Fakhri Husaini menganggap keberhasilan Shin Tae-yong di Piala Asia 2023 dan Piala Asia U-23 2024 sebagai sesuatu yang biasa saja.
Mengerikan, Ramaja di Sukabumi Tidur Bersimbah Darah Usai Bunuh Ibu Kandungnya

Mengerikan, Ramaja di Sukabumi Tidur Bersimbah Darah Usai Bunuh Ibu Kandungnya

Seorang remaja di Kampung Cilandak, Desa Sekarsari, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat tega membunuh ibu kandungnya sendiri.
Kronologi Remaja di Sukabumi Tega Bunuh Ibu Kandungnya

Kronologi Remaja di Sukabumi Tega Bunuh Ibu Kandungnya

Polres Sukabumi menagkap Rahmat remaja laki-laki yang tega melakukan aksi pembunuhan terhadap ibu kandungnya sendiri.
Trending
Film Vina Sebelum 7 Hari Tayang di Bioskop, Keluarga Alami Peristiwa Ini

Film Vina Sebelum 7 Hari Tayang di Bioskop, Keluarga Alami Peristiwa Ini

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan kejih Vina Dewi Arsita bersama kekasihnya Muhammad Rizky Rudiana alias Eky di Cirebon, Jawa Barat pada tahun 2016 silam kembali menyita perhatian publik.
Anak Tega Bunuh Ibu Kandung di Sukabumi, Polisi Ungkap Pelaku Berkeliling ke Tetangga

Anak Tega Bunuh Ibu Kandung di Sukabumi, Polisi Ungkap Pelaku Berkeliling ke Tetangga

Warga di Kampung Cilandak, Desa Sekarsari, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi digegerkan pada Selasa (14/5/2024) pagi.
Kronologi Remaja di Sukabumi Tega Bunuh Ibu Kandungnya

Kronologi Remaja di Sukabumi Tega Bunuh Ibu Kandungnya

Polres Sukabumi menagkap Rahmat remaja laki-laki yang tega melakukan aksi pembunuhan terhadap ibu kandungnya sendiri.
Mengerikan, Ramaja di Sukabumi Tidur Bersimbah Darah Usai Bunuh Ibu Kandungnya

Mengerikan, Ramaja di Sukabumi Tidur Bersimbah Darah Usai Bunuh Ibu Kandungnya

Seorang remaja di Kampung Cilandak, Desa Sekarsari, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat tega membunuh ibu kandungnya sendiri.
Pengakuan Dosen UNPAR Bandung Lakukan Pelecehan Seksual, Kerap Kirim Pesan Mesum hingga Ngajak Hubungan Seksual

Pengakuan Dosen UNPAR Bandung Lakukan Pelecehan Seksual, Kerap Kirim Pesan Mesum hingga Ngajak Hubungan Seksual

Pengakuan dosen luar biasa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung Syarif Maulana yang diduga lakukan kekerasan seksual. Ini katanya.
Fakhri Husaini Anggap Prestasi Shin Tae-yong Bersama Timnas Indonesia di Piala Asia Biasa Saja, Kok Bisa?

Fakhri Husaini Anggap Prestasi Shin Tae-yong Bersama Timnas Indonesia di Piala Asia Biasa Saja, Kok Bisa?

Mantan pelatih Timnas Indonesia U-16, Fakhri Husaini menganggap keberhasilan Shin Tae-yong di Piala Asia 2023 dan Piala Asia U-23 2024 sebagai sesuatu yang biasa saja.
Oknum Dosen Genit UNPAR Bandung Diberhentikan Usai Kasus Dugaan Pelecehan Seksualnya Viral

Oknum Dosen Genit UNPAR Bandung Diberhentikan Usai Kasus Dugaan Pelecehan Seksualnya Viral

Kampus UNPAR Bandung sudah memberhentikan SM yang tercatat sebagai dosen Luar Biasa Fakultas Filsafat UNPAR yang diduga terlibat kasus pelecehan seksual.
Selengkapnya
Viral
Jadwal Hari Ini
Jam
Jadwal Acara
Apa Kabar Indonesia Malam
03:00 - 03:30
Kabar Hari Ini
03:30 - 04:00
Sidik Jari
04:00 - 04:30
Assalamualaikum Nusantara
04:30 - 06:00
Kabar Pagi
06:00 - 06:30
Kabar Arena Pagi
Selengkapnya