Jakarta - Terkait dugaan suap Ferdy Sambo atas ampol coklat, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sampai saat ini belum melaporkan hal itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu dibenarkan oleh Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias.
Susilaningtias mengatakan, pihaknya belum melakukan tindakan lebih jauh lantaran upaca dugaan suap itu belum terjadi sepenuhnya.
"Kami belum sempat menganalisis sebenarnya apakah ini percobaan suapkah, percobaan gratifikasikah, kita belum sampai ke situ menganalisisnya," ujar Susi kepada awak media Kamis (18/8/2022).
Namun ia memastikan jika nantinya KPK membutuhkan keterangan dari LPSK, maka ia akan terbuka dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh KPK.
Apalagi terkait kasus dugaan suap Ferdy Sambo itu, sudah ada organisasi penegakan hukum TAMPAK yang telah melaporkan kasus tersebut.
"Kita terbuka saja, siapa saja boleh melaporkan hal tersebut kami siap nanti kalaupun harus diperiksa," lanjutnya.
Susi menegaskan saat ini pihak LPSK masih memfokuskan pada perlindungan Bharada E, apalagi ia juga sudah meminta perlindungan penuh dan permohonan justice collaborator.
"Kami hanya fokus untuk perlindungan terhadap Bharada E jadi kami belum ada rencana untuk melaporkan hal tersebut," pungkasnya.
KPK Usut Kasus Dugaan Suap
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menanggapi sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan pendalaman kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Ferdy Sambo atas tewasnya Brigadir J.
Pendalaman yang dilakukan LPSK itu atas dasar kabar pemberian dua amplop coklat dari staf Ferdy Sambo ke LPSK.
Hal tersebut terjadi saat staf LPSK tengah melakukan pemeriksaan keFerdy Sambo dan Bharada E di Kantor Propam Polri.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo saat ini masih enggan untuk memberikan keterangan terkait tindakan dugaan suap yang dilakukan mantan kadiv propam itu.
Ia mengaku hingga kini belum ada staf LPSK yang mengaku telah menerima amplop atau sogokan tersebut.
"Saya tidak tahu apa yang lain menerima begitu. KPK kalau mau berinisiatif silakan," ujar Hasto kepada media Selasa (16/8/2022).
Hasto mengaku siap mendukung kerja KPK jika ke depannya ia dibutuhkan. LPSK juga akan memberikan keterangan jika nanti KPK membutuhkan hal itu.
"Kalau nanti kami dimintai keterangan, kami akan sampaikan juga kepada KPK tetapi inisiatif terserah KPK," lanjutnya.
Disinggung masalah amplop sebetab 1 cm, Hasto mengaku tidak mengetahui detail tersebut. Hal itu lantaran kini ia belum menerima kedua amplop coklat yang diduga diserahkan ke staf LPSK.
Namun Hasto mengatakan jika kemungkinan isi kedua amplop coklat tersebut adalah uang.
"Kami tidak pernah buka, LPSK waktu itu tafsirkan itu uang jadi harus dikembalikan," pungkasnya.
Update Kasus Brigadir J, Pengakuan Brigadir RR
Akhirnya Terungkap, Bharada E Mengangguk Saat Ditawari Irjen Ferdy Sambo Habisi Brigadir J, Brigadir RR Tak Bernyali untuk Tembak Temannya
Dugaan percakapan Irjen Ferdy Sambo dengan para anak buahnya, yakni Brigadir Ricky Rizal dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E saat tengah menghabisi Brigadir Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terungkap, Selasa (16/8/2022).
Detik-detik menjelang kematian Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan itu digambarkan sebagai suatu peristiwa yang mengerikan dan mencekam.
Saat itu, suasana cukup mengerikan. Brigadir J disebut-sebut disuruh masuk ke dalam rumah dan dihabisi dengan kondisi dipaksa berjongkok sambil rambutnya dijambak.
Ada Komunikasi yang sempat dilakukan oleh Irjen Ferdy Sambo dengan anak buahnya, Brigadir RR dan Bharada E sebelum menghabisi Brigadir J.
Adapun menurut pengakuan Irjen Ferdy Sambo kepada Tim Penyidik, ia sempat menanyakan ke Brigadir RR dan Bharada E, di antara mereka siapa yang memiliki mental untuk menembak mati Brigadir J.
Saat itu, menurut keterangan, Brigadir RR yang punya pangkat lebih tinggi dari Brigadir J itu disebut tak berani mengeksekusi temannya itu.
Selanjutnya Bharada E yang mendapat giliran pertanyaan yang sama dari Irjen Ferdy Sambo justru mengangguk.
Adapun Bharada E mengangguk saat mendapat perintah dari Irjen Ferdy Sambo untuk menembak mati Brigadir J yang saat itu dalam keadaan sudah berlutut dan tak berdaya di depan Irjen Ferdy Sambo.
Pengakuan Irjen Ferdy Sambo itu diungkapkan ke Timsus Bareskrim Polri yang menangani kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Adapun Irjen Ferdy Sambo menjelaskan alasannya meminta anak buahnya itu menembak mati Brigadir J.
"Sebelum melakukan penembakan tersebut, mereka berdua Brigadir RR dan Bharada E tu ditanya FS. Tapi sebelumnya sudah diceritakan bahwasanya di Magelang terjadi peristiwa melukai harkat martabat keluarga FS," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, seperti dilansir dari tayangan TV One, Senin (15/8/2022).
"FS bertanya sama mereka berdua soal apakah punya mental untuk menembak Brigadir J. Brigadir RR tak punya nyali, Lalu dipanggil Bharada E. Sama Bharada E, FS ceritakan soal peristiwa di Magelang yang telah melukai harkat martabak keluarganya. Kemudian FS bertanya kepada Bharada E apakah punya nyali untuk tembak Brigadir J, Bharada E hanya mengangguk-angguk dan langsung diminta menembak Brigadir J. Ini hasil pemeriksaan dari penyidik pada malam hari ini lalu," tambah Dedi Prasetyo.
Tak Ada Pelecehan Seksual
Bareskrim Polri telah menghentikan penanganan kasus dugaan pelecehan Brigadir J kepada istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Selasa (16/8/2022).
Hal tersebut sebelumnya menjadi kasus yang dilaporkan oleh Putri Candrawathi kepada Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Adapun dalam proses gelar perkara, polisi tidak menemukan adanya peristiwa tindakan pelecehan seksual yang disebut-sebut dilakukan oleh Brigadir J seperti yang dilaporkan oleh istri Irjen Ferdy Sambo tersebut.
"Berdasarkan hasil gelar perkara tadi sore perkara ini kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana," ujar Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian dalam siaran pers di Mabes Polri, Jumat (12/8/2022).
Detik-detik Kematian Brigadir J
Sementara berdasarkan kronologi yang diketahui mantan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara, Bharada E sempat menceritakan saat itu mereka sedang berada di rumah Dinas Jalan Saguling, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan.
Mulanya, Brigadir J diminta untuk naik ke lantai atas, namun Joshua menolak.
Tapi karena perintah itu datang dari Irjen Ferdy Sambo, akhirnya Brigadir J menurut.
Kala itu, Bharada E juga naik ke lantai atas, dia menyaksikan Brigadir J yang sudah berlutut di depan Ferdy Sambo yang sedang memegang pistol sambil memakai sarung tangan.
“Di atas itu sudah ada kejadian, si Yoshua berlutut di depan Sambo. Kalau menurut keterangan Richard, kan Richard pegang pistol. Sambo juga pegang pistol. Tapi Sambo pakai sarung tangan. Biasa kan, namanya mafia kan, suka pakai sarung tangan,” kata Deolipa.
Situasi menjadi panas ketika Irjen Ferdy Sambo memberikan perintah kepada Bharada E untuk menembak rekannya.
Perintah itu tak dapat ditolak oleh Bharada E, maka terjadilah penembakan terhadap Brigadir J.
“Dalam posisi itu, ada perintah dari Sambo untuk si Richard, ‘woy sekarang woy.. tembak, tembak woy… ya namanya perintah kan Richard ketakutan. Karena kalau Richard nggak nembak, mungkin dia ditembak. Karena sama-sama pegang pistol kan. Akhirnya atas perintah, Richard langsung tembaklah, ‘dor.. dor.. dor..’,” kata Deolipa, menirukan ucapan yang disampaikan Bharada E.
Sebelumnya, Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J, yakni Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan satu tersangka sipil bernama Kuat Maruf atau KM. (abs/ree)
Load more