Jakarta - Momen emosional kembali mewarnai lanjutan sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) lalu, dengan saksi Ferdy Sambo.
Seusai Ferdy Sambo memberikan kesaksiannya, Ketua majelis Hakim menanyakan tanggapan terdakwa kepada Irfan Widyanto atas kesaksian tersebut.
"Siap terima kasih Yang Mulia. Sepertinya mohon izin saya tidak ada tanggapan," jawab Irfan Widyanto.
Kemudian, Irfan tampak melepas microphonenya dan dia terlihat seperti menahan tangis. Mantan bawahan Ferdy Sambo tersebut mengaku awalnya ingin marah sang jenderal bintang dua.
"Awalnya saya ingin marah Yang Mulia...," ucap Irfan.
"Iya bagaimana?," tanya Hakim.
Akhirnya, Irfan tidak memberikan tanggapan apa-apa terhadap kesaksian yang telah disampaikan oleh Sambo.
"Saya tidak ada tanggapan Yang Mulia," jelas Irfan.
Melihat Irfan Widyanto yang tampak menahan tangis dan menahan amarah, Hakim Ketua kemudian berusaha menenangkan.
"Marah yang kuat itu orang yang bisa menahan amarahnya. Itulah sesungguhnya orang yang paling kuat," kata Hakim.
"Ya saya kira diam saja ya atas keterangan saksi, tidak ada tanggapan. Baik terima kasih kepada saksi ya, silahkan," sambung Hakim.
Momen emosional pun terjadi saat Ferdy Sambo berdiri dan langsung menghampiri Irfan Widyanto. Dia tampak menyalami dan mencium kening Irfan.
Sebagaimana diketahui, salam perkara ini Irfan Widyanto didakwa merusak CCTV yang membuat terhalangnya penyidikan dari kasus pembunuhan Yosua Hutabarat.
Perbuatan tersebut dilakukan mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri itu bersama enam orang terdakwa lainnya.
Enam terdakwa lain yang dimaksud adalah Ferdy Sambo, Baiquni Wibowo, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Hendra Kurnia, dan Agus Nurpatria Adi Purnama. Mereka juga didakwa dengan berkas terpisah.
Irfan didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Irfan Widyanto (tangkapan layar YouTube)
Sebelumnya, Irfan Widyanto menegaskan jika dirinya mendapatkan misi dari Agus Nurpatria mengganti DVR CCTV di sekitar Kompleks Polri, Duren Tiga tanpa ada surat perintah.
Menurutnya, ketika mengambil DVR CCTV atas perintah Agus Nurpatria di tempat kejadian perkara (TKP) Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, dirinya tidak memegang surat perintah dari Bareskrim Polri.
"Menurut sepengetahuan saya karena perintah yang dikasih itu dua titik di luar TKP. Jadi, menurut saya, yang memerintahkan itu berhak dan wewenang untuk memerintahkan saya untuk hal tersebut," ujar Irfan di PN Jaksel, Kamis (15/12/2022).
Mendengar kesaksian tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan terkait prosedur pengambilan DVR CCTV di TKP, apakan ada surat perintah dari Bareskrim terkait peristiwa tersebut.
"Saudara mengambil itu, kan, ada prosedur, ya? Diawali ini, kan, bukan seketika sudah ada jeda waktu. Apa sudah ada surat perintah kepada saudara dari Bareskrim?" tanya Jaksa.
"Saya saat itu datang ke Duren Tiga, atas perintah Kanit saya langsung," sahut Irfan.
"Saya tanya ada surat perintah tertulis dari Bareskrim?" cecar Jaksa.
"Saya tidak tahu. Tidak ada," tambah Irfan.
Menurut jaksa, surat perintah merupakan hal penting dalam pengambilan tindakan hukum. Namun Irfan mengaku hingga saat ini tidak ada surat perintah pengambilan DVR CCTV di sekitar lokasi kejadian.
"itu yang penting, penting sekali. Kan, setiap ada tindakan hukum harus ada surat perintah. Oke tidak ada surat perintah. Setelah kejadian ada nggak surat perintah menyusul, kepada saudara yang diberikan setelah saudara ambil adakah surah perintah ada tidak?" tanya jaksa lagi.
"Tidak ada," jawab Irfan.
"Sampai hari ini ada surat perintah?" cecar jaksa.
"Tidak ada, biasanya surat administrasi," tegas Irfan. (Mzn)
Load more