DEKLARASI dukungan relawan Gibran kepada Prabowo di Solo 19 Mei lalu, tampaknya bukan sekedar deklarasi dukungan terhadap Prabowo, melainkan deklarasi Prabowo-Gibran.
Pasalnya, sebulan sebelumnya, sejumlah pihak mengajukan gugatan ke MK terkait pembatalan ketentuan syarat batas usia capres-cawapres dalam UU Pemilu yang dibatasi minimal 40 tahun. Kalau gugatan ini dikabulkan MK, maka abrakadabra, Prabowo-Gibran bisa melaju di Pilpres 2024.
2 hambatan Gibran
Gibran hari ini adalah Walikota Surakarta. Kader PDIP. Putra Presiden Jokowi. Berusia 35 tahun. Dari status tersebut, hanya dua yang masih menjadi hambatan Gibran maju dalam pentas Pilpres, yakni status sebagai kader PDIP dan usia yang masih 35 tahun.
Dua hambatan tersebut harus diatasi untuk memuluskan Gibran maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo.
Bagaimana caranya?
Pertama, yakni dengan merubah UU Pemilu 17/2017 terutama ketentuan batas usia capres-cawapres 40 tahun.
Melihat kebutuhan ini, saat ini setidaknya ada 3 pihak yang coba berkreasi mengajukan perkara terkait batas usia capres dan cawapres yang sedang disidangkan di MK. Satu perkara diajukan oleh kepala daerah Bukittinggi Erman Safar dari Gerindra, sedangkan dua lainnya diajukan oleh PSI dan Partai Garuda.
Para pemohon menilai frasa 'Berusia paling rendah 40 tahun' pada pasal 169 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945, yakni pasal 28D yang berbunyi 'Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.'
Jika MK mengabulkan permohonan ini, maka usia bukan lagi menjadi sandungan bagi Gibran untuk maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo.
Kedua, sandungan berikutnya yang perlu diatasi Gibran adalah statusnya sebagai kader PDIP. Saya melihat, deklarasi dukungan relawan Gibran kepada Prabowo yang dihadiri langsung oleh Gibran, sebenarnya adalah langkah Gibran untuk mencari exit way dari PDIP. Lebih terhormat bagi Gibran kalau bisa keluar dari PDIP dengan dipecat daripada harus mengundurkan diri.
Golkar atau PKB dapat menjadi pilihan kendaraan politik selanjutnya bagi Gibran setelah pamit dari PDIP.
Tapi nampaknya langkah ini tercium PDIP. Alih-alih dipecat atau dikenakan sanksi keras, Gibran justru hanya ditegur dan dinasihati. Ini PR yang masih akan diatasi Gibran sambil melihat perkembangan hasil MK terkait batas usia capres-cawapres.
Titik temu arus Prabowo-Jokowi
Bagi Jokowi dan Prabowo, Gibran adalah titik temu yang mampu memenuhi kebutuhan teritorial Prabowo di Jawa Tengah, sekaligus kebutuhan politik Jokowi setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Dari sisi Prabowo, sebagai Walikota Surakarta yang memiliki kekuatan teritori di Jawa Tengah, Gibran mampu menutupi kebutuhan elektoral Prabowo di Jawa Tengah yang masih sangat lemah.
Selain itu, berduet dengan Gibran secara simbolik juga akan melengkapi dan memperkuat warna keberlanjutan pada figur Prabowo yang pada Pilpres 2019 lebih kuat dicitrakan sebagai simbol perubahan.
Tentunya, pesan keberlanjutan dan sekaligus perbaikan, akan menambah insentif elektoral Prabowo terutama dari para pendukung loyal Jokowi.
Dari sisi Jokowi, Gibran adalah pilihan paling mudah, realistis, dan "nyaman" untuk bisa menyandarkan semua kebutuhan politik Jokowi pasca 2024.
Daripada harus menyerahkan restu cawapresnya kepada tokoh lain, Jokowi pasti lebih nyaman dengan anak kandungnya sendiri. Apalagi jika mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang Jokowi untuk menjaga trakh politiknya, kesempatan mencawapreskan Gibran adalah langkah besar yang tidak akan dilewatkan.
::Muhammad Tri Andika
Analis Politik Universitas Bakrie/ Direktur Eksekutif Poligov
Load more