Sementara, Penggagas Amicus Curiae Karen Agustiwan, Dany Saliwijaya menai, seharusnya perkara yang dikenakan terhadap Karen Agustiwan itu murni soal perseroan.
"Dan ini PT dan rujukan UU PT tahun 2007, bukan pidana, karena ini murni bisnis. Terlebih lagi, ini bukan kakayaan negara secara lansung tapi dipisahkan," kata dia.
Terlebih lagi, Pertamina itu secara keuangan dikelola sendiri, bukan langsung dikelola oleh negara. Secara profesional itu dikelola oleh direksi. "Ini murni PT," katanya.
Sementara, Praktisi hukum Syaefullah Hamid menilai, eksepsi Karen bisa diterima oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Terlebih, berkas perkara Karen cacat prosedural sehingga secara hukum tidak sah. Kemudian, ia menyoroti berkas perkara Karen juga ditandatangani mantan Ketua KPK Firli Bahuri.
Mengingat, Firli Bahuri bukan lagi Pimpinan KPK. Sehingga, seharusnya berkas perkara yang menjerat Karen ditandatangani oleh penyidik KPK.
"Karena serangkaian penyidikan itu adalah dilakukan penyidik. Kalau pimpinan bukan penyidik. Sehingga itu cacat hukum. Sehingga berkas perkaranya tidak dapat diterima," ujar Syaefullah.
Ditambah lagi, kasus yang didakwakan ke Karen Agustiawan bukan perkara hukum pidana. Ia menegaskan, perkara itu seharusnya masuk ranah perdata.
"Tindakan bisnis, tindakan korporasi semestinya kalaupun mau di evaluasi secara ranah korporasi. Bukan ranah pidana," kata Syaefullah Hamid.
Syaefullah menegaskan, perkara yang didakwakan merupakan ranah bisnis. Ia menuturkan, dalam hukum bisnis hal biasa jika ada keuntungan maupun kerugian.
"Itu keruginan bisnis, dalam bisnis kerugian itu biasa. Sehingga tidak otomatis menjadi kerugian negara. Kita tahu kontraknya masih berlangsung belum berakhir. Sehingga terlalu prematur ada kerugian atau tidak, yang harus dilihat diakhir untung atau rugi," tegas Syaefullah. (ebs)
Load more