Jakarta - Kasus pelecehan seksual yang terjadi di kantor pusat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diketahui korbannya adalah laki-laki.
Kasus pelecehan seksual pada pria memang angkanya tidak sebesar kasus pelecehan seksual dengan korban perempuan.
Anggapan bahwa pria merupakan sosok yang harus selalu kuat, membuat kaum adam ragu melaporkan kasus yang dialaminya.
Padahal, penderitaan dan efek yang dirasakan pria korban pelecehan seksual sama besarnya dengan wanita. Bahkan, yang lebih parah bisa menimbulkan gangguan psikologis.
Hal itu juga turut dibenarkan oleh Seksolog dr. Haekal Anshari, M. Biomed (AAM).
Menurut Haekal, hal itu dikarenakan adanya stigma di masyarakat yang menganut paham patriarki. Sehingga kasus pelecehan seksual pada pria tidak mendapatkan perhatian khusus seperti pada kasus perempuan.
Terlebih di Indonesia, kasus perundungan dan pelecehan seksual seperti yang terjadi di KPI Pusat yang menimpa MS masih dibilang tidak biasa.
"Saya memandang laki-laki yang menjadi korban itu dampaknya akan lebih berat. Kenapa? Karena adanya stigma di masyarakat yang menganut paham patriarki. Masyarakat akan menuduh korban sebagai sosok laki-laki yang lemah, banci, itu makin mendalam dampak psikisnya," ujar Haikal.
Haekal menambahkan, bukannya mendapatkan pertolongan, korban pria kerap kali dipojokkan karena tidak melawan.
Padahal menurut Haikal, setiap orang memiliki mekanisme defensif masing-masing, sehingga tidak dapat menyamaratakan bagaimana seseorang dalam melawan pelaku kekerasan seksual.
Selain itu, motif pelaku yang dilakukan kepada korban pria, menurut Haikal, hal tersebut terjadi karena pelaku memiliki masalah dengan kepercayaan diri dan kehidupannya.
"Bisa saja para pelaku itu tidak merasa puas dengan kehidupan pribadinya, atau pelaku ternyata selama ini di keluarga merupakan pihak yang direndahkan oleh istrinya dan oleh siapa pun itu. Sehingga dia melampiaskan superioritasnya kepada orang yang lebih lemah menurut dia," imbuhnya.
Haikal juga menegaskan bahwa korban pelecehan seksual harus dilindungi dan jangan sampai diungkap identitasnya.
Menurutnya, justru si pelaku yang harus diungkap identitasnya secara gamblang agar tidak hanya mendapat hukuman fisik, tapi juga hukuman sosial.
Untuk mengatasi penyakit fisik, menurut Haikal korban juga perlu didampingi oleh psikolog klinis dan dokter untuk mengatasi gangguan psikosomatik akibat stres yang dialaminya.(awy)
Load more