Buntut Kerumunan HRS

Pemerintah akhirnya buka suara terkait adanya sejumlah acara yang menimbulkan kerumunan di masa pandemi COVID-19 dalam sepekan yang lalu, yakni perihal kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) ke Indonesia.

Kepulangan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) itu disambut dengan riuh oleh ribuan massa pendukungnya. Bagaimana tidak, setelah 3,5 tahun lamanya berada di Arab Saudi, HRS, begitu sapaannya, kembali ke Tanah Air. Pasca kepulangannya ini Rizieq Shihab langsung disambut ribuan massa pendukungnya.

Fahri Hamzah selaku Politikus Partai Gelora menanggapi peristiwa kerumunan seusai kepulangan HRS ke Indonesia. Ia mengatakan bahwa banyaknya massa yang datang ke Bandara Soekarno-Hatta untuk menyambut Rizieq disebabkan karena rasa rindu.

“Terlalu lama ditahan di luar negeri, dipermainkan nasibnya nggak jelas”, kata Fahri Hamzah. Ia pun menuding adanya kelemahan negara sehingga menimbulkan kerumunan yang cukup banyak, terlebih lagi setelah sekian lama menahan HRS untuk pulang.

Namun sebagai akibatnya, kumpul massa tak terhindarkan dan protokol kesehatan COVID-19 pun terabaikan. Tak hanya di Bandara Soekarno-Hatta, kerumunan juga terjadi di kediaman HRS, di daerah Petamburan, Jakarta Pusat saat ia menggelar resepsi pernikahan anaknya, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, dan mengisi ceramah di daerah Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada hari Jumat (13/11).

Perihal tersebut, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD melalui keterangan persnya mengecam adanya pelanggaran protokol kesehatan yang diduga terjadi saat pesta pernikahan dan acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh HRS.

“Oleh karena itu, pemerintah telah memperingatkan kepala daerah, pejabat publik, aparat dan masyarakat di seluruh Indonesia bahwa pemerintah akan menindak tegas dan melakukan penegakkan hukum bila masih melakukan pengumpulan massa dalam jumlah besar”, ujar Mahfud MD.

Ia pun mengimbau kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan untuk memberikan contoh dan teladan kepada seluruh warga agar mematuhi protokol kesehatan.

Belakangan pernyataan serupa disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam rapat terbatas pada hari Senin (16/11) yang membahas laporan Komite Penanganan COVID-19. Sikap tegas ini diberlakukan menyusul dengan adanya sejumlah acara yang melibatkan kerumunan massa di DKI Jakarta. 

“Dalam penanganan COVID-19, saya ingin tegaskan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi dan pada masa pandemi ini telah kita putuskan pembatasan-pembatasan sosial, termasuk di dalamnya adalah pembubaran kerumunan”, tegas Presiden Jokowi.

Terkait pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di Petamburan, dr. Tirta pun turut menyampaikan rasa kecewanya. Lewat unggahannya di media sosial, dr. Tirta mempertanyakan Pemerintah dan Satgas COVID-19 yang dianggap tidak bisa bertindak tegas kepada seorang tokoh agama yang memiliki banyak massa.

Diketahui hajatan HRS untuk pernikahan anaknya sekaligus perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW paling tidak dihadiri oleh kurang lebih sepuluh ribu orang. BNPB pun sempat mengirimkan 20 ribu masker ke kediaman Rizieq untuk membantu pelaksanaan protokol kesehatan.

Buntut dari sejumlah acara yang melibatkan kerumunan massa tersebut, Satpol PP DKI Jakarta menjatuhkan sanksi berupa denda sebanyak 50 juta rupiah kepada HRS dan FPI.

Selain itu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun terkena imbasnya. Ia dipanggil oleh pihak kepolisian yang menduga adanya kelalaian yang mengakibatkan adanya pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi dalam sejumlah acara tersebut.

Ahmad Riza Patria, Wakil Gubernur DKI Jakarta melalui keterangannya dalam acara ILC Selasa (17/11) memaparkan bahwa sejak COVID-19 mewabah di Indonesia pada bulan Maret 2020 lalu, Pemprov DKI Jakarta telah berupaya keras untuk mencegah dan menekan penularan COVID-19.

“Kami juga sudah membagikan 22 juta masker dan meminta untuk menjaga jarak, hindari kerumunan”, ujar Ahmad Riza Patria. Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa DKI Jakarta telah melakukan testing dan memberikan kontribusi terbanyak sebesar 46 persen dari testing nasional. Pemprov DKI Jakarta pun mengklaim jika selama ini telah melakukan prosedur penanganan COVID-19 secara benar, yaitu dengan melakukan 3T, testing, tracing dan treatment.