Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, Mantan Menkeu Chatib Basri, Mantan Gub BI sekaligus Komisaris Utama BNI Agus Martowardojo dan Lead Economist World Bank Habib Rab dalam SOE International Conference di Bali (18/10/2022)..
Sumber :
  • Istimewa

Hadapi Risiko Resesi Global, Ekonomi Indonesia Masih Stabil

Rabu, 19 Oktober 2022 - 10:08 WIB

Jakarta - Dunia tengah menghadapi ketidakpastian yang dapat mengarah pada resesi global. Resesi akibat multi krisis mungkin saja terjadi akibat Inflasi yang terlalu tinggi, pasokan bahan pangan yang terganggu, likuiditas global yang mengetat, hingga krisis geopolitik yang terus memanas. Kesulitan global itu bisa ditekan dampaknya apabila  seluruh negara bergandengan tangan saling membantu.

Namun, di saat yang sama, Indonesia masih berada dalam kondisi lebih baik dibanding negara - negara lain. Kinerja ekonomi nasional justru tampak semakin menguat. Utamanya didorong oleh tren positif pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga di sekitar 5%, stabilitas nilai tukar, serta inflasi yang masih sangat terkelola.

“Ini menunjukkan bahwa stabilitas domestik terbukti masih kuat dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat,” kata Gubernur Bank Indonesia Periode 2013-2018 sekaligus Komisaris Utama BNI Agus Martowardojo dalam SOE International Conference di Bali Nusa Dua Conference Center, Selasa (18/10/2022).  

Agus melanjutkan, kondisi perbankan di Indonesia saat ini sangat baik karena memiliki permodalan yang kuat dengan penerapan manajemen risiko yang semakin baik. Bahkan, pemerintah masih yakin pertumbuhan ekonomi 2022 mampu menembus angka 5% karena konsumsi nasional yang kuat serta kinerja ekspor Indonesia yang semakin baik.

“Kita memang melihat ada potensi inflasi naik. Namun, kinerja ekspor yang semakin kuat akan membuat kestabilan mata uang yang juga berdampak pada kestabilan ekonomi dalam negeri,” katanya.

Agus berpendapat, dukungan kebijakan fiskal dan moneter sejauh ini telah mampu mendorong ekonomi pulih dari pandemi Covid-19. Meski menghadapi tantangan yang berat, dia berpendapat otoritas fiskal dan moneter telah mampu menjalankan kebijakan pre-emptive dan forward-looking yang sangat baik.

“Namun, memang dengan banyaknya otoritas moneter dunia seperti The FED, ECB, dan Bank of England nampak memperketat kebijakan sehingga terus menekan mata uang negara berkembang. Kerja ke depan semakin tidak mudah,” katanya.

Berita Terkait :
1
2 Selanjutnya
Topik Terkait
Saksikan Juga
15:34
06:55
12:57
01:51
06:48
09:30
Viral