Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK..
Sumber :
  • Antara

Disentil ICW Soal Pertemuan Firli Bahuri dengan Lukas Enembe, Begini Respons KPK

Kamis, 10 November 2022 - 18:19 WIB

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merespons kritik dari Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dengan kehadiran Ketua KPK Firli Bahuri dalam pemeriksaan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi, Lukas Enembe di Jayapura pada beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, bahwa dirinya menyayangkan sikap ICW yang memahami hukum dengan hanya terpaku pada apa yang ada dalam teks Undang-Undang (UU) KPK, atau letterlijk.

"Sangat disayangkan adik-adik dan pegiat antikorupsi (ICW) memahami hukum secara letterlijk. Dengan pemahaman yang sempit tersebut, menimbulkan masalah yang semestinya tak ada masalah. Sehingga menimbulkan kegaduhan yang tidak semestinya," kata Nurul Ghufron dalam keterangannya, Kamis (10/11/2022).



Menurutnya, Pasal 36 Ayat (1) UU KPK Nomor 30 tahun 2022 harus dipahami dan dibaca sebagai larangan personal kepada pimpinan untuk tidak mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara, yang didasari atas kepentingan atau inisiasi sendiri.

"Jadi, larangan untuk mengadakan pertemuan dengan alasan apapun tersebut adalah alasan pribadi apapun. Sementara yang dilakukan oleh ketua KPK adalah didasarkan perintah tugas institusional, bukan sekedar diketahui, bahkan dirapatkan dan ditugaskan mewakili lembaga KPK," ujar dia.

Kepada ICW, tambah dia, KPK sangat terbuka dan menghormati partisipasi yang mengawasi KPK, khususnya dalam mengawal kasus dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe.

"Jika teman-teman pegiat antikorupsi konsisten pada semangat pemberantasan korupsi, khusunya dalam kasus Sdr LE ini. KpK sangat terbuka dan menghormati partisipasi segenap masyarakat yang mengawasi KPK. Namun, mari kawal dan awasi KPK secara dewasa dalam kerja-kerja substansialnya, bukan pada hal yang tidak penting seperti ini," ucap Nurul.

"Karena, ini hanya akan mengurai energi dan perhatian yang tidak perlu, saya berharap kita tidak perlu memperpanjang masalah ini," tandas dia.

Dianggap Lelucon

Sebelumnya, peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, bahwa dirinya belum dapat memahami urgensi dari seorang Firli Bahuri hadir ke rumah Lukas Enembe di Papua. Terlebih, mantan Kapolda Sumatera Selatan itu juga nampak berjabat tangan dengan Gubernur Papua tersebut.

"Hingga saat ini, kami benar-benar tidak memahami apa urgensi seorang Ketua KPK Firli Bahuri datang menghadiri langsung pemeriksaan Lukas Enembe di kediamannya," kata Kurnia dalam keterangannya melalui pesan singkat, Minggu (6/11/2022).

"Jadi, kehadiran dirinya di kediaman Lukas, terlebih sampai berjabat tangan semacam itu lebih semacam lelucon yang mengundang tawa di mata masyarakat," sambung Kurnia.

Merujuk Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang (UU) KPK yang baru, jelas Kurnia, pimpinan KPK tidak lagi menyandang status sebagai penyidik sebagaimana ditentukan dalam UU sebelumnya.

Dengan demikian, ucap dia, pemeriksaan itu lebih relevan dan cukup dihadiri oleh penyidik KPK dan tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

"Apalagi, Firli Bahuri juga tak memiliki latar belakang seorang dokter yang bisa memeriksa kondisi kesehatan seseorang," ujar Kurnia.

Dia menambahkan, hadirnya Firli pada pemeriksaan pihak yang berperkara juga bukan terjadi kali ini saja.

Kurnia mengungkapkan, Firli Bahuri tercatat sudah dua kali menemui pihak yang tengah berperkara. Misalnya, pada Mei 2018, di mana Firli Bahuri menemui Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang.

Saat itu, papar dia, KPK tengah mengusut kasus dugaan rasuah kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.

Setelahnya, KPK menyatakan Firli yang saat itu menjabat sebagai Deputi Penindakan melakukan pelanggaran etik berat.

"Ini memperlihatkan sejak dulu hingga kini Firli tidak memiliki standar etika sebagai Pimpinan KPK," ungkapnya.

ICW Minta Dewas KPK Baca Ulang Undang-Undang KPK

Selain itu, tambah Kurnia, ICW menyarankan kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk membaca ulang Undang-Undang KPK, khususnya terkait dengan pelarangan Ketua KPK menemui pihak yang sedang berperkara.

"ICW menyarankan kepada Dewan Pengawas untuk membaca ulang Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, khususnya mengenai larangan Pimpinan KPK berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang sedang berperkara," ujar Kurnia.

Kurnia menjelaskan, dalam UU KPK, utamanya di Pasal 36 huruf a disebutkan jelas, bahwa pimpinan KPK dilarang berhubungan dengan pihak yang berperkara apa pun alasannya. Dan hal itu menjadi wajib dipatuhi guna menjaga independensi komisi antirasuah.

"Frasa dengan alasan apa pun, mengartikan pembentuk UU tidak membenarkan hubungan itu terjalin. Hal itu dapat dipahami mengingat pentingnya isu independensi KPK," jelas dia.

Dewas KPK, menurutnya, telah salah dalam menafsirkan Pasal 36 huruf a UU KPK dalam hal ini. Sebab, alih-alih melarang dan memberikan sanksi tegas, Dewas KPM malah acuh dan mengamini tindakan Firli Bahuri yang menemui Lukas Enembe sebagai bentuk dari pelaksaan tugas.

"Sayangnya, Dewan Pengawas keliru menafsirkan Pasal 36 huruf a UU KPK dengan memberikan alasan pembenar, seperti pada Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020," terangnya.

"Dengan Dewan Pengawas memberikan izin dan membiarkan Firli Bahuri bertemu Lukas Enembe, kian memperlihatkan keberadaan mereka bukannya memperbaiki, justru menambah kerusakan di lembaga antirasuah itu," sambung Kurnia.

Sebelumnya, anggota Dewas KPK Albertina Jo menyebut bahwa kehadiran Firli Bahuri di kediaman Lukas Enembe tak harus memerlukan izin dari Dewas KPK.

Menurutnya, pertemuan Firli Bahuri dengan Lukas Enembe merupakan bagian dari pelaksaan tugas pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.

"Dalam rangka pelaksanaan tugas, insan KPK boleh bertemu dengan pihak yang berperkara dan tanpa izin Dewas," kata Dewas KPK Albertina Ho.

Albertina mengatakan hal tersebut telah sesuai dengan prosedur yang ada. Menurutnya, hal tersebut juga diatur dalam perundangan-undangan dan Prosedur Operasional Baku (POB).

"Semua sudah ada prosedurnya dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Prosedur Operasional Baku (POB)," tukasnya.(rpi/muu)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
06:43
06:09
02:32
04:51
03:03
02:36
Viral