Perang Saudara di Ethiopia, Pemberontak Tigray Tuding Tewasnya Warga Sipil | tvOne

Rabu, 18 November 2020 - 13:05 WIB

Amhara, Ethiopia,- Tentara Ethiopia menggempur pemberontak di pegunungan utara dengan serangan udara di dekat ibu kota wilayah Tigray. Pihak Tigray menuding serangan mengakibatkan warga sipil tewas.

Tentara Ethiopia meneriakkan yel-yel patriotik, sementara kendaraan-kendaraan mereka menyeberangi sungai Tekeze, di perbatasan antara Tigray dan Amhara.

Perdana menteri Ethiopia, Abiy Ahmed telah menyerukan operasi militer terakhir dan terpenting akan segera diluncurkan terhadap pemberontak Tigray, di bagian utara negaranya. Pemerintah Ethiopia juga menyatakan telah melaksanakan serangan udara di pinggiran ibu kota Tigray, Mekele.

Menurut pihak pemberontak Tigray, serangan tentara Ethiopia mengakibatkan korban tewas di pihak warga sipil.

Sementara itu, Komite Nobel, yang menganugerahkan Penghargaan Nobel Perdamaian 2019 kepada Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, mengatakan bahwa pihaknya sangat prihatin atas konflik di Tigray serta menyerukan semua pihak untuk mengakhiri kekerasan.

"Komite Nobel Norwegia mengikuti perkembangan di Ethiopia secara saksama, dan kami amat prihatin," kata pihak komite dalam sebuah pernyataan.

Ratusan orang telah menjadi korban jiwa dan ribuan lainnya melarikan diri ke Sudan akibat konflik Tigray. Terdapat pula tuduhan kekejaman semenjak PM Abiy menerjunkan pasukan militer dua pekan lalu untuk melawan penguasa lokal yang menentang kekuasaannya.

PM Abiy menerima Nobel Perdamaian atas jasanya menciptakan perdamaian antara Ethiopia dengan Eritrea setelah perang pada kurun 1998-2000 dan kebuntuan dalam perkara perbatasan.

"Kami mengulangi apa yang telah kami nyatakan sebelumnya, bahwa menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat untuk mengakhiri kekerasan yang meningkat serta menyelesaikan ketidaksepahaman dan konflik dengan cara-cara yang damai," kata Komite Nobel.

Diketahui, konflik bersenjata di Tigray, daerah pegunungan di Ethiopia bagian utara, telah memasuki minggu kedua dan sampai hari ini belum ada tanda-tanda pasukan dari kubu Barisan Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dan tentara Ethiopia meletakkan  senjata.

PBB dan berbagai lembaga kemanusiaan dunia telah memperingatkan kejahatan perang berpotensi terjadi dalam konflik bersenjata itu khususnya setelah Amnesty International pada 12 November 2020 mengonfirmasi laporan ratusan orang tewas tertusuk di Mai-Kadra, bagian barat daya Tigray pada tiga hari sebelumnya.

Pertempuran di Tigray bermula pada 4 November 2020 saat pemerintah mengerahkan pasukan ke daerah tersebut setelah ada serangan terhadap markas militer yang diduga dilakukan oleh TPLF. Perdana Menteri Abiy Ahmed menuding TPLF mencoba mencuri senjata dan alat pertahanan lainnya dari markas militer di Tigray. Tidak lama setelah laporan itu disampaikan kantor perdana menteri, PM Abiy pun memerintahkan Pasukan Pertahanan Nasional Ethiopia (EDF) untuk mengamankan kerusuhan di Tigray.

Namun menurut otoritas di Tigray, pengerahan pasukan merupakan bentuk "hukuman" terhadap mereka yang tetap menggelar pemilihan umum meskipun dilarang oleh pemerintah pusat. Di samping mengerahkan pasukan, pemerintah sejak minggu lalu juga memberhentikan aktivitas penerbangan di bandar udara, memutus saluran komunikasi dan listrik. (ito)

(Lihat Juga: Pantau Pilkada serentak 2020, Bawaslu catat 2322 pelanggaran)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
12:57
01:51
06:48
09:30
03:52
01:15
Viral