Buntut Suap Benur Menteri Edhy, KPK Geledah Kantor Kementerian KKP | tvOne

Jumat, 27 November 2020 - 19:43 WIB

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Jumat, 27 November 2020. Penggeledahan ini merupakan buntut dari penangkapan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh KPK. Ia diduga menerima suap terkait penetapan izin ekspor benih lobster.

Ada sekitar 11 mobil yang membawa rombongan penyidik ke kantor KKP pada pukul 10.45 WIB. Mereka kemudian langsung masuk ke gedung Mina Bahari IV. Berdasarkan laporan reporter Anggia Ebony, para penyidik itu masih berada di dalam gedung KPK hingga Jumat petang.

Penggeledahan ini dilakukan dua hari setelah operasi tangkap tangan yang berlangsung Rabu dini hari (25/11), di Terminal 3 Banda Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten.

Namun KPK sudah langsung menyegel sejumlah ruangan di KKP sejak Rabu siang.
"Memang sedini mungkin kita sudah segel sehingga mungkin dari kemarin tidak ada yang masuk di ruangan yang kita geledah. Mudah-mudahan besok akan bisa kita laksanakan penggeledahan secara menyeluruh terhadap proses-proses yang sebagaimana kita ketahui dari hasil penyelidikan awal," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11).

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam dan mempertanyakan motif dari Karyoto yang malah memberitahukan rencana penggeledahan terkait perkara yang melibatkan Edhy tersebut.

"Selaku Deputi Penindakan mestinya yang bersangkutan memahami bahwa tindakan paksa berupa penggeledahan bersifat tertutup. Sebab, jika itu dipublikasikan maka akan membuka celah bagi pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta.

Oleh karena itu, kata dia, baik Pimpinan maupun Dewan Pengawas KPK mesti menegur dan mengevaluasi Karyoto atas pernyataan semacam itu.

KPK telah menetapkan Edhy sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Selain Edhy, enam orang yang juga ditetapkan tersangka, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM). Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21-23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. (act/ant)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
00:49
01:46
04:06
01:58
01:04
09:13
Viral