Sejumlah Penumpang Pesawat Gagal Berangkat Akibat Tidak Tahu Info Tes PCR

Jakarta - Kurangnya sosialisasi menggunakan dokumen hasil PCR menjadi syarat penerbangan mengakibatkan sebagian penumpang gagal berangkat.

Pihak bandara internasional Soekarno-Hatta mengatakan bahwa keputusan persyaratan terbang baru ini sudah diteken oleh Menteri Perhubungan sejak tanggal 21 Oktober lalu namun mereka masih memberikan masa transisi untuk sosialisasi hingga tanggal 23 Oktober. Oleh karena itu, sejak tanggal 24 Oktober calon penumpang pesawat terbang dari ataupun menuju destinasi di pulau Jawa dan Bali wajib untuk menyertakan hasil negatif dari tes PCR.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan yang mewajibkan calon penumpang pesawat menggunakan tes PCR ini diskriminatif.

"Diskriminatif karena untuk sektor transportasi lain tidak ditetapkan PCR bahkan tanpa tes antigen sekalipun. Seperti sektor transportasi darat dan segala macam, mereka bebas berkeliaran tanpa adanya tes apapun yang digunakan. Kedua, memberatkan konsumen karena sangat mahal dan di lapangan terjadi penyimpangan  besaran tarif. Pemerintah menetapkan HET-nya (harga eceran tertinggi) Rp495.000 tetapi itu adalah tarif ekonomi. Nampaknya seperti itu sehingga di lapangan sering terjadi adanya tarif express yang ditetapkan oleh berbagai lab di Indonesia, khususnya di kota-kota besar dengan tarif yang berkali lipat yang misalnya Rp900.000, Rp750.000, bahkan Rp1,5 juta," sebut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi.

Berdasarkan pantauan tvOne di lapangan, pengelola bandara Soekarno-Hatta menyebutkan bahwa mereka kini menyediakan tempat tes PCR di terminal 3 khususnya di Health Centre. Mereka mengungkapkan tes PCR ini dapat ditunggu karena hasilnya bisa keluar dalam waktu tiga jam. Adapun tes PCR di lokasi ini dibanderol Rp495.000 untuk satu kali tes. Calon penumpang yang ingin melakukan tes dapat melampirkan tiket penerbangan di hari H agar petugas dapat mengutamakan hasil bagi penumpang dengan dengan jarak keberangkatan terdekat. (afr)