Anchorage Ship to Ship (STS) Batubara.
Sumber :
  • Asho A. Marmin

PLN Krisis Pasokan, ESDM Melarang Ekspor Batubara Menuai Kecaman dari Berbagai Pihak

Selasa, 4 Januari 2022 - 00:57 WIB

Samarinda, Kalimantan Timur - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi melarang ekspor batubara sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022 mendapat kecaman dari berbagai pihak, salah satunya dari Asosiasi Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Provinsi Kalimantan Timur yang juga sebagai Koordinator Regional 5 di Kalimantan.

Menyikapi Surat Dirjen Minerba No: B-1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021 perihal Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum, yang memuat Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri, GPEI Regional Kalimantan menyatakan sikap dan sangat keberatan karena kebijakan ini tidak akan menjadi solusi dalam menjamin pemenuhan kebutuhan PLN akan supply batubara dalam tempo 5 (lima) hari seperti yang diharapkan, tapi justru akan membuat menurunnya minat investasi di sektor pertambangan hingga hilangnya kepercayaan investor dan mitra kerja di luar negeri karena tidak adanya konsistensi kebijakan pemerintah dalam berbisnis. Kebijakan ini dipastikan akan menimbulkan kerugian besar pada semua pihak ungkap, Mohammad Hamzah selaku kordinator GPEI Regional Kalimantan.

Hamzah menambahkan bahwa, Kerugian tersebut akan berdampak langsung pada Perusahaan pertambangan batubara yang terdiri dari Perusahaan PKP2B, IUP-OP, IUPK-OP, IUPK perpanjangan PKP2B, dan IUP Trader (Pemegang Izin Pengangkutan dan Penjualan Batubara) dari sisi kegagalan dalam pemenuhan kontrak Ekspor, serta perusahaan Jasa Pertambangan yang akan menghentikan kegiatan karena tidak adanya kepastian penjualan dari pemberi kerja, Para Pekerja di semua sektor pertambangan Batubara dan Perusahaan Pelayaran, yang berhenti total karena pintu Ekspor ditutup, serta, hilangnya Devisa dan krisis kepercayaan investor asing.

Saat ini, di anchorage ship to ship (STS) seluruh Indonesia ada ratusan mother vessel (kapal asing), dengan segala persiapan yang matang dan berantai mulai dari sektor produksi di tambang hingga perencanaan ekspor dan pemenuhan kontrak bagi industri mitra kerja mereka di luar negeri, semuanya mangkrak karena kebijakan yang tergesa-gesa ini dan tidak memiliki target pasti untuk mengatasi kondisi kritis persediaan batubara PLTU grup PLN termasuk IPP.

Pemenuhan supply untuk mengatasi kondisi kritis persediaan batubara PLTU group PLN termasuk IPP merupakan kebijakan jangka pendek, dan ini dapat terlaksana cukup hanya dengan penugasan kepada perusahaan pertambangan tertentu yang memiliki kemampuan supply dalam tempo cepat dan segera. Pemetaan maupun pelaksanaan penugasan ini sangat mudah dilakukan karena semua pengapalan di setiap perusahaan pertambangan batubara saat ini tersistem, terpantau, dan terkendali melalui aplikasi MOMS dan MVP. Sembari dengan itu, "hukuman" bagi perusahaan pertambangan yang tidak memenuhi kewajiban DMO dapat dilakukan, terkhusus Pemenuhan supply untuk jangka panjang dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem pembelian PLN dalam melakukan coal suply chain di masing-masing PLTU se Indonesia.

GPEI berharap agar larangan ekspor ini dapat segera dicabut dan lakukan penugasan kepada perusahaan tertentu yang dipandang mampu untuk mengatasi kondisi krisis ketersediaan batubara PLN, sehingga kiamat kecil bagi perusahaan tambang ini dapat segera diakhiri, kepada Menteri Perdagangan, banyak perusahaan tambang yang belum memahami cara pelaporan INATRADE dan sebaiknya sistem INATRADE terhubung ke MOMS sehingga data DMO bisa secara otomatis masuk ke data INATRADE. Pembekuan ET hanya akan menambah keresahaan masyarakat Kalimantan yang sudah sengsara karena dampak bencana Covid 19 yang saat ini masih mewabah. (Asho A. Marmin)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
06:13
08:31
03:29
04:25
01:50
23:20
Viral