Jakarta, tvOnenews.com - Lukas Kolo (37) seorang guru di SMP negeri Wini, Nusa Tenggara Timur (NTT) kini viral di Media Sosial, usai menjadi sorotan karena kisahnya yang mengharukan.
Pria asal NTT ini sejatinya pahlawan tanpa tanda jasa. Pasalnya, hampir 10 tahun Lukas Kolo mengabdi di dunia pendidikan, namun tak pernah mendapatkan gaji dari pemerintah.
Pengabdiannya terhadap dunia pendidikan sungguh tak bisa diragukan lagi, meski tak menerima gaji Lukas dengan sabar terus mengabdi di SMP Negeri Wini,NTT.
Bahkan, untuk menekan pengeluarannya, dimana jarak rumahnya di Bakitolas mencapai 25 kilometer dari sekolah tempat Lukas mengajar, ia pun memutuskan untuk tinggal di ruang perpustakaan sekolah,
"Pulangnya kalau ada keperluan saja, ya kadang satu bulan sekali," ungkapnya.
Tak hanya lukas yang memutuskan untuk tinggal di ruang perpustakan sekolah, ada dua guru lainya yang memanfaatkan ruang perpustakaan sebagai mess guru, demi menekan biaya hidup mereka.
"Yang menginap di sekolah ada tiga guru termasuk saya," katanya lagi.
Pada tahun 2023 status Lukas berubah, dari guru honor menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Namun, meski Lukas Kolo resmi menjadi pegawai PPPK dirinya pun tetap tak menerima gaji.
"Saya terima SK tanggal 7 Agustus 2023, sampai hari ini belum terima gaji. Mungkin pemerintah masih Urus, kerana terlalu banyak peserta," ungkap Lukas.
Untuk bertahan hidup, Lukas pun melakukan pekerjaan sampingan dengan bekerja sebagai buruh perkebunan. Tak hanya itu, ia pun mengaku ikut berjualan hewan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tak hanya soal gaji yang belum ia terima selama 10 tahun ini mengabdi di SMP Wini, NTT. Bahkan, dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar saja, Lukas pun harus memutar otak untuk membuat alat praga.
Biasanya, ia hanya memanfaatkan telepon genggam miliknya untuk praktik listening bahasa Inggris, yang ia sambungkan dengan pengeras suara dari telpon selulernya.
Tak hanya itu, keterbatasan alat praga yang dimiliki SMP Negeri Wini, NTT, terkadang Lukas dan guru lainya meminjam proyektor dari sekolah lain yang jaraknya tak jauh dari tempat Lukas mengajar.
Ia mengaku terpaksa memutar cara untuk menghadirkan alat peraga karena belum memiliki laboratorium bahasa. Sebaliknya, setiap guru harus membeli buku referensi tambahan dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Saat ini, ia hanya bisa menunggu haknya diberikan pemerintah berupa gaji yang selama ini tak diterimanya.
Harapan terbesar Lukas saat ini, Pemerintah Indonesia diminta lebih memperhatikan tenaga pengajar di seluruh pelosok tanah air yang keadaanya jauh dari kata sejahtera, apalagi di daerah perbatasan, banyak guru honorer yang bernasib sama seperti Lukas. (mii)
Load more