Yertin Ratu, aktifis perempuan yang mendampingi korban menguraikan deretan keanehan dalam penyelidikan kasus ini. Pertama kata dia, saat melapor korban tidak langsung diarahkan untuk melakukan visum. Permintaan visum baru dilakukan sehari setelah korban melapor. Kedua setelah melapor, korban tidak menerima surat tanda terima laporan.
Keanehan lainnya kata Yertin, selama kasus ini diselidiki, korban tidak pernah mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan atau SP2HP.
"SP2HP baru diberikan ke korban setelah didampingi pengacara. SP2HPnya diterima setelah gelar perkara dan langsung dua SP2HP. Kemudian kepada penyidik, FH sudah mengaku melakukan persetubuhan. Menurut kami, pengakuan ini memudahkan polisi untuk mengunggapnya," kata Yertin Ratu.
SP2HP kata Yertin sifatnya wajib diberikan kepada korban. Sementara polisi di Palopo, mengabaikan itu.
Adapun Kasat Reskrim Polres Palopo, AKP Andi Arif, memastikan penyelidikan kasus ini sudah berjalan sesuai SOP atau Standar Operasional Prosedur. Sehingga jika dikatakan penyelidikannya inprosedural, adalah sangkaan yang keliru.(Haswadi/Ask)
Load more