Sleman, DIY - Pemerintah secara resmi telah menetapkan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru dengan nama Nusantara. Pro dan kontra hingga kini masih terjadi terkait penamaan IKN yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur itu.
"Nusantara dibedakan dengan dvipantara yakni dvipa yang artinya Jawa. Konsep Nusantara pada masa Majapahit merupakan konsep geopolitik untuk mengidentifikasi suatu wilayah yang meliputi Bali, Malayu, Madura, dan Tanjungpura. Keempat wilayah itu juga termasuk wilayah Singapura dan Malaysia. Juga wilayah Sumatera, Borneo, Sulawesi dan Maluku, Lombok, Timor. Bahkan pengaruhnya sampai Champa, Cambodia, Annam, dan Siam," katanya dalam rilis UGM, Rabu (19/1/2022).
Berdasarkan hal tersebut, kata Arif, kata Nusantara memiliki makna geografis yang lebih luas dibanding Indonesia. Nusantara juga bukan bermakna Jawa-sentris.
"Jadi secara geografis, Nusantara lebih luas dari apa yang sekarang disebut Indonesia. Dengan sedikit ulasan tadi sebenarnya Nusantara bukan Jawa tetapi justru merujuk luar Jawa," terangnya.
Menurut Arif, kata Nusantara untuk penamaan suatu wilayah sebenarnya tidak mengandung perspektif positif atau negatif. Kata itu hanya sebuah nama yang digunakan untuk menyebut wilayah di luar pulau Jawa.
"Jika diberikan nama itu untuk IKN yaitu soal nama. Tetapi bagaimana tafsir nama itu digunakan sebagai kebijakan politik untuk pemerataan, keseimbangan, keadilan pembangunan," ujar dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM tersebut.
Arif mengingatkan, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur jangan hanya berkutat soal nama. Namun pemindahan IKN harus berdasarkan analisa yang menyeluruh, dan bukan hanya soal retorika politik.
"Inti pemindahan IKN itu bukan soal nama, namun seberapa jauh persiapan yang dilakukan dengan berbagai analisis secara komprehensif dan multidisipliner. Jangan sampai pemindahan IKN hanya sebagai retorika politik dan praktik politik mercusuar," tegasnya.
Lebih lanjut Arif menyarankan, pemilihan nama ibu kota negara sebaiknya merujuk pada nama wilayah itu sebelumnya. Sebab jika menggunakan nama baru untuk sebuah wilayah biasanya akan menghilangkan aspek historis dan konstruksi sosial budaya masyarakat yang sebelumnya sudah tinggal di situ.
"Dalam kajian sejarah, nama-nama kota Apalagi Ibu Kota, selalu terkait dengan kemegahan kota masa lalu," pungkasnya. (Andri Prasetiyo/Buz).
Load more