Jakarta - Banding pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ditolak, tersangka pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo gugat Polri ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Meskipun demikian, Irjen Dedi menegaskan bahwa PTDH yang telah diputuskan bersifat final.
"PTUN itu hak yang bersangkutan. Secara substansi di Polri, keputusan PTDH itu bersifat final dan mengikat," ujar Irjen Dedi saat ditemui awak media, jumat (23/9/2022).
Ia mengatakan yang sejujurkan kalau sudah tidak ada upaya hukum lagi yang dapat dilakukan oleh Ferdy Sambo. Namun ia tak melarang Sambo untuk tetap mengajukan gugatan ke PTUN.
"Sudah tidak ada upaya hukum lagi di Polri. Kalau misalnya dia mengajukan gugatan itu haknya mereka, silakan saja tidak masalah," lanjutnya.
Irjen Dedi juga melanjutkan bahwa keputusan PTDH adalah sudah sesuai dengan arahan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit.
"Sesuai arahan Pak Kapolri untuk proses persidangan bersifat kolektif kolegial keputusannya adalah PTDH," ungkapnya.
Ferdy Sambo Saat Jalani Sidang Kode Etik di Mabes Polri (YouTube Polri TV RADIO)
Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri menegaskan tak akan merubah putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Ferdy Sambo selaku pelaku pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan saat ini pihaknya tengah menetapkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Ferdy Sambo.
"Yang jelas proses administrasi ini tidak akan merubah subtansi dari hasil putusan sidang kode etik yang sudah PTDH kan yang bersangkutan. PTDH sebagai anggota polisi tidak akan merubah subtansi hanya proses administrasi saja," kata Dedi kepada awak media, Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Dedi memastikan putusan PTDH itu telah dilayangkan pihaknya kepada Ferdy Sambo (FS) melalui surat pernyataan dari pihak Mabes Polri. Bahkan, surat putusan tersebut sekaligus menggugurkan banding dari Ferdy Sambo terkait putusan sidang etik PTDH.
"Putusan PTDH FS hari ini sudah diserahkan kepada yang bersangkutan. Artinya yang beraangkutan hari ini sudah menerima petikan hasil sidang etik dan banding yang digelar beberapa waktu lalu," ungkapnya.
Diketahui, Ferdy Sambo diputus sanksi PTDH oleh KKEP usai ditetapkan sebagai dalang pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Sidang etik KKEP terhadap eks Kadiv Propam Polri tersebut berlangsung pada Kamis 25 Agustus 2022.
Sosok Kakak Asuh
Karier Ferdy Sambo yang dinilai melejit dibandingkan perwira tinggi seangkatannya disorot Mantan Penasihat Kapolri, Muradi.
Menurutnya hal tersebut ditenggarai adanya sosok kakak asuh dalam perjalanan karier eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo (ANTARA)
Sosok kakak asuh tersebut berupaya membantu Sambo agar mendapatkan vonis ringan di kasus pembunuhan Brigadir J.
"Dia punya kakak asuh yang sudah pensiun yang ngasih jabatan Kadiv Propam. Karir Sambo melejit kan dari senior itu," ujar Muradi dalam keterangannya kepada wartawan, Senin 19 September 2022.
Kendati demikian, Muradi tak membeberkan secara rinci identitas kakak asuh Ferdy Sambo yang dimaksud.
Dia hanya mengatakan kakak asuh itu memberikan jabatan Kadiv Propam kepada Sambo pada 2019. Melejitnya karier Sambo di kepolisian diduga karena campur tangan sosok tersebut.
Oleh sebab itu, Muradi meminta kepada tim khusus (timsus) bersama bareskrim Polri untuk menyelidiki peran dari sosok kakak asuh yang membantu Ferdy Sambo di kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
"Kalau enggak ini akan masuk angin. Dia akan mendapat hukuman yang minimal, padahal kan dia yang merusak semuanya. Harusnya dia hukumannya minimal 20 tahun, bisa seumur hidup atau hukuman mati," kata Muradi.
Selain itu, Muradi juga menyinggung soal adanya perubahan keterangan Ferdy Sambo dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Perubahan keterangan Sambo itu, kata Muradi, dirinya menyebut tidak ikut menembak Brigadir J.
Pasalnya, berdasarkan keterangan saksi di tempat kejadian perkara (TKP) yakni Bripka Ricky Rizal (RR) dan Bharada Richard Eliezer (E) mengatakan bahwa Sambo ikut menembak Brigadir J di rumah dinasnya pada Jumat 8 Juli 2022 lalu.
Dengan upaya tersebut, lanjut Muradi, dapat disimpulkan bahwa Sambo masih memiliki power di kepolisian.
"Jadi kalau dia enggak menembak, dia hanya menyuruh, hukumannya enggak hukuman mati. Jadi cuma 5 sampai 10 tahun. Dia masih ada backup, masih didukung oleh orang-orang yang ada di lingkaran dia," tutur Muradi.
Sebagai informasi, Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Selain Sambo, ada 4 tersangka lainnya yaitu Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf.
Selain itu, Ferdy Sambo juga menjadi tersangka dalam obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan dalam kasus kematian Brigadir J.
Polri juga menetapkan 6 tersangka lainnya yaitu tersangka Hendra Kurniawan (HK), Agus Nurpatria (AN), Arif Rachman Arifin (ARA), Chuck Putranto (CP), Baiquni Wibowo (BW) dan Irfan Widyanto.
Ferdy Sambo Ditakuti Jenderal Bintang Tiga
Kuasa hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak bongkar alasan Ferdy Sambo menjadi sosok yang ditakuti oleh jenderal bintang 3, singgung masalah mafia dan orang kepercayaan.
Kamaruddin mengaku heran dengan sikap petinggi polri yang takut dengan Ferdy Sambo sampai saat ini.
"Saya bertemu jenderal bintang tiga, jenderal lainnya mereka pun masih takut. Maka saya bilang ketakutan apa berlebihan, bapak aja tidak takut kami semua ketakutan," ujar Kamaruddin dalam kanal YouTube Uya Kuya TV Kamis (15/9/2022).
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo (Dok. tim tvonenews)
Dalam acara tersebut, pengacara Brigadir J membongkar alasan yang membuat Ferdy Sambo ditakuti oleh jenderal bintang tiga sekalipun.
Kamaruddin menyinggung ada banyak pihak yang berada di belakang Ferdy Sambo, mulai dari intitusi kepolisian, kalangan menteri, anggota DPR hingga mafia. Hal itulah menurut Kamaruddin yang membuat jenderal bintang tiga takut dengannya.
"Keterlibatan mafia, salah satu jet pribadi oleh BJP Hendra itu karena milik seorang mafia RBT."
"Wajar karena ada keterlibatan mafia bukti seorang BJP punya fasilitas pesawat pribadi," ucap Kamaruddin.
Tak sampai disitu saja, ia juga menyebut fakta bahwa Ferdy Sambo adalah sosok tangan kanan atau orang kepercayaan Kapolri.
"Dia itu tangan kanannya Kapolri. Kadiv Propam tukang pukulnya Kapolri, dimana Kapolri pergi dia ikut. Ferdy Sambo zaman dulu pergi ke istana itu Kapolri, disitu ada Kapolri di sana ada Ferdy Sambo," jelas Kamaruddin.
Ia juga menjelaskan bahwa posisi Ferdy Sambo sebagai Propam bisa mencopot para jendera bahkan Kapolda satu atau dua tingkat di atasnya.
"Karena jabatan dia Kadiv Propam, bahkan nasib para jenderal ditangan dia, untuk dapat jabatan," bebernya.
Pengakuan Bripka RR
Akhirnya terkuak detik-detik kematian Brigadir J, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR rupanya sempat melakukan penyitaan terhadap senajata api (senpi) milik Brigadir J.
Hal tersebut dilakukan Bripka RR lantaran melihat Brigadir J dan Kuat Maruf tengah bersitegang. Ia takut Brigadir J menjadi emosi dan melayangkan tembakan kepada sopir keluarga Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu.
"Dia (Bripka RR) berinisiatif jangan sampai terjadi nih si KM udah bawa pisau jangan-jangan sakit hati J berantemlah mereka terjadilah penembakan," ujar kuasa hukum Bripka RR, Erman Ummar kepada awak media, Rabu (14/9/2022).
Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR (kolase tvOnenews.com/JPNN)
Setelah menyita senjata api milik Brigaidr J, Bripka RR membawa senjata tersebut untuk diletakkan di kamar anak Ferdy Sambo. Hal tersebut merupakan uoaya Bripka RR agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan antara Brigadir J dan Kuat Maruf.
"Dia berinisiatif ambil senjata si J, simpan di kamarnya anaknya Sambo, di atas," lanjur Erman.
Atas hal itu, Erman mengatakan bahwa tindakan Bripka RR itu terbukti dalam pemeriksaan menggunakan lie detector beberapa hari lalu.
"Itu inisiatifnya dan itu terlacak waktu pemeriksaan dengan lie detector. Itu pertanyaan inti disana," tutupnya.
Pengakuan Bharada E
Kembali ditemukan fakta baru mengenai kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo. Bharada E mengungkap fakta menjelang eksekusi Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan pada (8/7) lalu.
Melalui kuasa hukumnya, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mengaku telah mengetahui rencana penembakan Brigadir J sejak di rumah Ferdy Sambo, Jalan Saguling III, Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Richard Eliezer atau Bharada E, Ronny Talapessy mengungkapkan fakta terbaru terkait kliennya tersebut.
Diketahui Bharada E mengaku sempat berdoa setelah mendapat perintah Irjen Ferdy Sambo untuk membunuh Brigadir J.
Dalam keterangan Ronny, Bharada E mengaku pergi ke toilet dan berdoa sebelum berangkat ke rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, yang kini menjadi tempat kejadian perkara (TKP).
"Bharada E dipanggil ke lantai tiga oleh RR (Ricky Rizal) itu kemudian disuruh menembak (Brigadir J). Klien saya turun ke bawah sempat ke toilet berdoa," kata Ronny seusai dihubungi, Kamis (8/9/2022).
Bripka RR, Ferdy Sambo, dan Bharada E (Kolase Tvonenews.com)
Ronny juga menjelaskan Bharada E terkejut terkejut ketika mendengar perintah yang disampaikan oleh seniornya Bripka Rick Rizal. Hal itulah yang membuat Bharada E gelisah sehingga ia berdoa sebelum berangkat ke TKP.
"Waktu ke bawah, klein saya lihat sudah persiapan jalan ke Duren Tiga. Iya (Bharada E) sempat berdoa," jelasnya.
Ronny Talapessy juga menampik dugaan terkait berita Bharada E menghubungi seseorang sebelum ke TKP. Ada asumsi beredar, bahwa kliennya tersebut menelepon setelah mendapat perintah Ferdy Sambo.
"Enggak ada (yang dihubungi,red). Kemarin yang disampaikan pengacara lama (Deolipa Yumara) itu hoaks," imbuhnya. (pdm/ree)
Load more