Meskipun demikian, langkah FB ini tidak menyurutkan sebagian kalangan untuk memperkarakan raksasa media sosial ini, apalagi dampak buruk ujaran kebencian tak hanya dirasakan Rohingya atau rakyat Myanmar.
Sebaliknya ujaran kebencian telah memicu kekerasan SARA di mana-mana di seluruh dunia, bahkan menghasut perang seperti diduga terjadi di Ethiopia saat ini.
India bahkan memperkarakan FB atas peran raksasa media sosial ini dalam kerusuhan rasial yang dipicu kebencian terhadap kaum minoritas muslim yang dipupuk online oleh FB.
Sementara Amerika Serikat dan Eropa menuding FB memupuk ujaran kebencian yang menghasut orang melakukan kekerasan seperti kasus penyerbuan Kongres Amerika Serikat awal 2021 yang dilakukan para pendukung mantan presiden Donald Trump yang sampai masih diperkarakan di AS.
Semua kejadian ini bisa menjadi pelajaran dan referensi penting bagi negara-negara lain termasuk Indonesia, bahwa memerangi ujaran kebencian tak cukup dengan memburu pelaku dan penyebar ujaran kebencian.
Upaya itu mesti disandingkan dengan memaksa raksasa-raksasa media sosial seperti Facebook termasuk seluruh platform terafiliasi kepadanya seperti WhatsApp, tidak menjadi tempat menyebarkan ujaran kebencian.
Media sosial tak boleh lagi beralasan "hanya menyediakan tempat" berekspresi, tapi juga harus turut bertanggung jawab atas akibat negatif ekspresi jahat lewat hoaks, misinformasi dan ujaran kebencian lewat platformnya yang biasanya mengencang saat tahun-tahun politik seperti Pemilu.
Load more