Iya, di Roma Marathon, bersama enam rekan saya—Gunawan Samiadji, Jabez Pieters, Titus Yuwono, Suratno, Theo Moeses, Jana dan Ferry—saya memilih untuk menikmati sejarah yang bisa ditemui di sepanjang lintasan berlari.
Ketika berpeluh keringat, saya berkali-kali memikirkan bagaimana Roma menjadi pusat peradaban saat itu. Kita tahu kekaisaran Romawi Kuno adalah salah satu peradaban paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Kejayaan mereka ditandai oleh ekspansi wilayah yang luas, inovasi teknologi, dan warisan budaya yang bertahan hingga saat ini. Pada puncak kejayaannya, Kekaisaran Romawi menguasai wilayah yang sangat luas, dimulai dari titik nol Roma hingga meliputi sebagian besar Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah.
Kita kini mengenal pepatah, “Selalu ada jalan ke Roma” untuk mengekalkan ihwal supremasi mereka di masa lalu. Carlo Salvati, sopir yang mengantar bicara begitu panjang saat kami tiba di Roma tentang istimewanya ajang balapan lari Roma Marathon. Kata Carlo, bertuntung karena ini momen Holly Door (Porta Santa) atau pintu penganpunan yang bisa dilalui dalam 25 tahun sekali. Terakhir, pintu Holly Door dibuka pada tahun 2000 lalu, dan sebelumnya tahun 1950 silam.
Lewat Roma Marathon, kita jadi tahu keunggulan sejarah yang sebenarnya direncanakan dengan detail sejak pembentukan lansekap kotanya ratusan tahun lalu. Berjalan secara “sembarangan” dari mana saja di kota Roma pun, kita seketika akan menuju ke arah bagaimana hebatnya kekaisaran Romawi kuno. Barangkali di masa lalu, jalan-jalan ini memang dirancang untuk memudahkan pergerakan legiun tentaranya berangkat dan pulang ke wilayah kekaisaran yang sengat luas itu.
Load more