Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian perhubungan tengah mengkaji untuk menaikkan tarif ojek online.
Kenaikannya bervariasi tergantung zona operasional pengemudi dengan kisaran 8-15 persen.
Namun, ditengah kondisi melemahnya daya beli dan maraknya PHK, apakah kenaikan tarif menjadi solusi? Apalagi hingga kini tuntutan para pengemudi ojek online mengenai pengutangan potongan komisi belum direalisasikan.
Alih-alih mendorong kenaikan tarif ojol, para driver ojek online menilai isu potongan platform ini lebih penting diselesaikan.
Salah satunya dengan meningkatkan kedisiplinan aplikator soal potongan komisi.
Dalam aturan Kementerian Perhubungan, aplikator hanya boleh mengambil komisi 20 persen.
Namun, SPAI menemukan adanya potongan aplikator yang mencapai 70 persen.
Selain itu, para driver juga menuntut agar skema atau program slot, argo goceng atau aceng, hub, GrabBike hemat, level/tingkatan, dan prioritas, dihapuskan.
Menurut mereka program tersebut diskriminatif karena banyak mitra pengemui ojol maupun taksi online dan kurir yang tidak mengikuti program tersebut.
Lebih lanjut, mereka mendesak Kementerian Perhubungan menghapus pasal hubungan kemitraan dalam regulasinya.
Alasannya, seluruh negara anggota International Labour Organization melalui sidang International Labour Conference (ILC) ke-113 di Jenewa sudah menyepakati istilah pekerja platform bagi pengemudi yang bekerja pada pekerjaan berbasiskan platform atau online.