Jakarta - Sesering apa kekerasan dan pelecehan seksual terhadap wanita di Indonesia? Pada demo Hari Wanita Internasional di Jakarta (8/3) aktivis menyerukan diakhirinya kekerasan seksual dan jaminan keselamatan di tempat kerja.
Survei menyebutkan bahwa 82% wanita pernah dilecehkan di tempat publik.
Hal ini tentu saja menjadi permasalahan global, namun di Indonesia sendiri budaya patriarki dan juga tidak adanya perlindungan hukum menjadikan pelecehan seksual masalah sehari-hari bagi banyak orang.
Menurut Millie Lukito, CEO Mobiliari Group, permasalahan ini merupakan permasalahan sistemik di negara Indonesia.
“Sebenarnya ini berawal dari keluarga kita sendiri di rumah karena kita berada dalam kultur masyarakat patriarki,” ujar Millie.
Millie juga menuturkan bahwa dalam keluarganya yang keturunan China di Indonesia, sejak kecil anak perempuan diberitahu oleh orang tua mereka bahwa anak laki-laki memiliki lebih banyak hak istimewa dibandingkan dengan anak perempuan.
Jadi, masalah ini sudah bermula sejak awal dalam hidup banyak perempuan saat tumbuh dewasa. Hal ini memang bukan sesuatu yang mudah untuk dihilangkan.
Jika dilihat lagi, 52% penduduk Indonesia adalah perempuan. Bisa dibilang, perempuan menjadi populasi mayoritas di negeri ini. Namun, perempuan tetap saja kurang terwakilkan dimanapun, di dalam pemerintah maupun masyarakat.
Sandrina Malakiano, Deputy CEO PolMark Indonesia menjelaskan ada banyak jenis kekerasan seksual yang dihadapi para wanita.
Dalam Rancangan Undang- Undang (RUU) Pemberantasan Kekerasan Seksual (PKS) ada 9 kategori jenis kekerasan seksual. Untuk pelecehan seksual sendiri dibagi dalam 2 kategori, yaitu pelecehan secara fisik dan non fisik atau bisa juga disebut pelecehan secara psikologi dan emosional.
“Namun, menurut Komnas Perempuan Indonesia, setidaknya ada 15 jenis kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di Indonesia” ujar Sandrina.
Hal ini juga termasuk aturan diskriminatif berdasarkan moralitas, agama, dan nilai budaya.
Lima belas kekerasan tersebut tidak tercatat atau tidak diatur oleh hukum Indonesia. Itulah mengapa para perempuan dan aktivis menuntut segera meloloskan ruu pks.
Draf RUU ini sudah diajukan sejak 2012 dan baru diterima oleh DPR pada 2016. Namun hingga sekarang, belum ada kejelasan yang pasti mengenai akan disahkan atau tidaknya RUU PKS ini. (awy)
Lihat juga: Awas Predator Seksual Anak! 25 Anak Jadi Korban Kekerasan dan Asusila di Timika