Ciamis, Jawa Barat - Seorang kepala desa diduga korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sebesar Rp 1,1 miliar. Dugaan korupsi kades di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat itu dilapokan oleh warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Cikoneng (FMC) ke Kejaksaan Negeri Ciamis, pada Kamis, 31/3/2022.
Ketua FMC menyerahkan sejumlah berkas yang berhubungan dengan dugaan korupsi oleh kades Desa Cikoneng. Kecamatan Cikoneng, Elin Herlina kepada kejaksaan negeri.
"Dugaan tindak pidana korupsi sudah dilakukan sejak tahun 2015 hingga 2021 yang bersumber dari PADes, ADD, DD serta bantuan keuangan provinsi dan berdasarkan UU No 31 tahun 1999 dimana peran masyarakat dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi," terang Didi Heriyadi kepada wartawan.
FMC berinisiatif melaporkan Kepala Desanya ke Kejaksaan sebagai upaya terakhir melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Sebelum mereka berkomunikasi dengan kepala desa dan perangkatnya untuk membuat pakta integritas. Namun Kepala Desa Cikoneng menolak menandatangani pakta integritas tersebut.
"Dalam pakta integritas itu tertuang pernyataan untuk tidak mengulangi lagi tindakan yang dapat merugikan anggaran keuangan desa serta perbaikan pengelolaan keuangan desa, namun yang bersangkutan tidak mau menandatanganinya," ungkap Didi.
Dugaan korupsi di Desa Cikoneng salah satunya dari Pendapatan Asli Desa (PADes) dari pasar. Dana yang seharusnya masuk ke dalam Rekening Kas Desa (RKD) Rp.80 juta/tahun. Namun uang yang disetorkan ke RKD hanya Rp3 juta saja. Dugaan korupsi lainnya pada sewa tanah untuk tower dan tanah bengkok desa.
"Saya berharap Kejaksaan Negeri Ciamis bisa segera mungkin menindaklanjuti laporan kami ini agar masyarakat tidak resah," pungkas Didi Heriyadi.
Kepala Desa Cikoneng, Elin Herlina menepis semua tuduhan tersebut. Ia mengatakan menolak menandatangani pakta integritas lantaran kepala desa dan perangkat merasa tidak melakukan tindakan pidana korupsi.
"Kenapa harus saya tandatangani sementara saya dan semua perangkat desa tidak pernah melakukan tindakan yang dituduhkan tersebut," terang Elin Herlina.
Tuduhan korupsi dinilainya tidak masuk akal lantaran pendapatan dari pasar desa itu baru masuk ke RKD dimulai tahun 2018. Sebelumnya pasar dikelola oleh pengurus pasar.
"Nilai yang masuk ke RKD itu bervariatif karena setiap tahun tidak selalu sama. Banyak faktor yang menyertakannya diantaranya tidak semua penyewa kios di pasar itu melunasi biaya sewa," tambah Elin. (Aditya Tri Wahyudi/Hdi)
Load more