Jakarta, tvOnenews.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono diminta memberikan perhatian terhadap persoalan penghentian operasional tambang dan jetty sejumlah perusahaan di Marombo, Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).
"Meminta Presiden Joko Widodo serta Panglima Tinggi TNI untuk menindaklanjuti oknum-oknum TNI yang telah menghentikan aktivitas jetty di beberapa perusahaan tambang di Konawe Utara karena tidak sesuai dengan prosedur," ujar Ketua Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara (Hima Sultra) Jakarta, Egi Septiawan, saat berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Menurut Egi, penghentian aktivitas beberapa perusahaan tambang nikel dan jetty di Marombo, tanpa ada dasar pemberhentian.
Dari sembilan Jetty yang diberhentikan oleh oknum TNI AD tersebut, kata dia, di antaranya jetty UBP, BOSOWA, Bososi dan Apolo, yang padahal telah mengantongi izin penggunaan terminal khusus dari Kementerian Perhubungan RI.
Perusahaan yang dihentikan, kata dia, merupakan salah satu jetty yang juga sudah memiliki izin operasional (OP).
"Dengan adanya pemberhentian aktivitas di jetty, maka sama halnya dengan menghalang-halangi aktivitas penambangan. Dan ini jelas melanggar UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja," papar Egi.
Ini, kata dia juga melanggar Pasal 162 UU No. 3 Tahun 2020, yang menyebut bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86F huruf b dan Pasal 136 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Penutupan sembilan jetty, kata Egi juga tak sesuai dengan peranan TNI yang telah diatur perundang-undangan yang ada.
"Kebijakan ini merugikan dan menghambat ekonomi nasional melalui izin operasional yang diberikan negara melalui perusahaan-perusahan yang beroperasi," jelasnya.
Pihaknya pun mendesak Mabes TNI Untuk mengevaluasi oknum prajurit TNI yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, serta meninjau kembali penutupan jetty beberapa perusahaan legal di Morombo.
Di samping itu, Hima Sultra Jakarta turut mendesak Ombusman RI untuk memeriksa oknum prajurit TNI tersebut, atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam hal pemberhentian Jetty.
"Usut tuntas oknum-oknum yang telah mencoreng marwah TNI. Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap penambang lokal di Provinsi Sulawesi Tenggara," jelas Egi.
Sementara itu, Korem 143/Haluoleo (HO) menegaskan bahwa personel TNI Angkatan Darat tidak melakukan penutupan atau menghentikan sejumlah aktivitas jetty (pelabuhan kapal tongkang) di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Penerangan Hukum Korem (Penrem) 143/HO Lettu Inf Rusmin Ismail di Kendari Selasa, mengatakan bahwa para prajurit TNI AD yang turun ke lokasi pertambangan di Blok Marombo, Kabupaten Konut itu hanya untuk mencari oknum yang melakukan aktivitas pertambangan dengan mengatasnamakan Komandan Korem (Danrem) 143/HO di daerah itu.
Ia menegaskan kembali bahwa tidak ada penutupan atau penghentian aktivitas di sembilan jetty yang baru-baru ini isunya tersebar di publik karena aktivitas pengapalan di jetty yang dimaksud tetap berlangsung sebagaimana mestinya.
"TNI akan terus melaksanakan pengawasan ketat terhadap aktivitas pertambangan di Konawe Utara dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua kegiatan berlangsung sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak melibatkan oknum yang tidak bertanggung jawab," kata Rusmin.
Kepala Penrem 143/HO itu mengimbau seluruh pihak yang terlibat dalam industri pertambangan di Bumi Oheo itu agar bekerja sama dengan aparat TNI dalam menjaga keamanan dan ketertiban, serta untuk memastikan keberlanjutan operasional pertambangan yang terkendali. (ebs)
Load more