Menurut Sunu, aritmia menjadi penyebab paling sering kondisi henti jantung, yakni 88 persen.
Hal ini pernah dialami pesepakbola asal Denmark Christian Eriksen saat bertanding melawan Finlandia pada Juni 2021.
Dalam menghadapi kondisi itu, maka bantuan hidup dasar menjadi utama bagi pasien yakni berupa serangkaian upaya awal untuk mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi.
"Masalahnya henti jantung sering tidak bisa diprediksi sehingga terapi yang bisa membantu seseorang untuk bertahan menjadi sangat penting," kata Sunu.
Dalam kesempatan yang sama, Dewan Penasehat PERITMI Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP (K),FIHA, FAsCC, menyebutkan data tahun 2023 menunjukkan prevalensi aritmia secara umum sekitar 1,5 persen sampai 5 persen pada populasi global.
Kemudian, aritmia yang paling sering terjadi yakni fibrilasi atrium (FA) dengan prevalensi global mencapai 46,3 juta kasus dan diperkirakan pada 2050 prevalensi FA akan terus meningkat hingga mencapai 72 juta kasus di Asia (di Indonesia diperkirakan mencapai 3 juta).
Ilustrasi Jantung (unsplash)
Load more