Niat mulia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mencerdaskan bangsa menuai kritik. Salah satu program inovasi terbarunya yakni Program Organisasi Penggerak (POP) dinilai belum transparan.
Selain itu masuknya Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation ke dalam daftar penerima ‘suntikan’ dana hibah POP juga membuat gusar sebagian kalangan sehingga organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, NU, dan PGRI pun mundur karena kriteria seleksi dan penetapan peserta dinilai tidak jelas. Mereka mempertanyakan proses penilaian karena diduga ada ormas abal-abal yang lolos dan mendapat bantuan dana POP.
Untuk menanggapi hal itu, Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan bahwa kedua group konglomerat tersebut tidak akan menggunakan APBN sepeser pun dalam partisipasinya di program POP.
Ada pun POP merupakan program peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia yang digagas oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud. Beberapa waktu lalu, Kemendikbud mengumumkan ada 156 organisasi yang memenuhi kriteria melaksanakan POP.
Ormas-ormas tersebut akan mendapatkan bantuan dari Kemendikbud dalam tiga kategori. Kategori Kijang maksimal Rp 1 miliar per tahun, kategori Macan maksimal Rp 5 miliar per tahun, dan kategori Gajah maksmal Rp 20 miliar per tahun.
"Menemukan inovasi yang bisa dipelajari dan diterapkan dalam skala nasional. Itulah makna dari program POP. Agar Kemendikbud bisa belajar dari masyarakat pergerakan pendidikan. Hanya satu misi program kami, mencari jurus dan pola terbaik untuk mendidik penerus negeri ini," kata Nadiem dalam video resmi yang dirilis Kemendikbud, Selasa (28/7).