Tim Advokasi untuk Kemanusiaan bersama keluarga korban gagal ginjal akut progresif Atipikal (GGAPA) hadiri audiensi bersama anggota DPR RI Komisi IX..
Sumber :
  • Tm Advokasi untuk Kemanusiaan

Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut dan Tim Advokasi Desak Komisi IX DPR Bentuk Pansus

Rabu, 25 Januari 2023 - 20:19 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan bersama keluarga korban gagal ginjal akut progresif Atipikal (GGAPA) menghadiri audiensi bersama anggota DPR RI Komisi IX.

"Kami menyampaikan urgensi pembentukan panitia khusus (Pansus) DPR RI untuk mengungkap dan menyelesaikan tragedi obat beracun yang telah menyebabkan 324 orang anak menjadi korban karena kelaian dan kesalahan yang dilakukan oleh Kemenkes, BPOM dan Perusahaan Farmasi," tulis Tim Advokasi untuk Kemanusiaan, Rabu (25/1/2023).

Tim advokasi menilai setidaknya ada lima poin penting yang menjadi alasan mendasar DPR RI harus segera membentuk Pansus untuk menggungkap dan menyelesaikan tragedi obat beracun.

"Pertama belum ada standar pengujian EG dan DEG dari BPOM. Satu tahun telah berlalu, sejak ditemukanya kasus gagal ginjal misterius pada Januari 2022, hingga kini BPOM belum juga membuat standarisasi pengujian EG dan DEG," katanya.

Menurut Tim Advokasi kasus ini hanya dipandang sebelah mata oleh BPOM karena tidak ada bukti konkrit perbaikan sistem oleh BPOM.

"Kedua penyakit penyerta akibat gagal ginjal akut belum menjadi perhatian khusus," ujarnya.

Sebelumnya Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam konferensi pers tanggal 25 Oktober 2022, menyatakan bahwa pembiayaan pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia dapat melalui dua skema, yakni pembayaran umum dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 

"Kedua skema pembiayaan yang ditawarkan oleh Menteri Kesehatan hanya berfokus pada gangguan gagal ginjal tidak pada penyakit penyerta yang diakibatkan oleh GGAPA. Selain itu bukan rahasia umum bahwa BPJS merupakan iuran yang dibayarkan oleh korban setiap bulan, bukan bantuan yang diberikan secara cuma-cuma oleh Pemerintah," tuturnya.  

Kemudian yang ketiga menurut Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan adalah peraturan mengenai pedoman cara pembuatan obat yang baik (CPOB) belum diperbaiki.

Pedoman CPOB tahun 2018 ini mengacu pada PIC/s GMP Guideline doc. PE 009-14, July 2018 serta WHO TRS 981 Tahun 2012 (Annex 2); WHO TRS 986 Tahun 2013 (Annex 5); WHO TRS 992 Tahun 2014 (Annex 3 dan Annex 5); WHO TRS 996 (Annex 5) Tahun 2015; WHO TRS 999 Tahun 2016 (Annex 2). 

"Sudah seharusnya pedoman CPOB ini diperbaharui dan mengikuti kebijakan global seperti pedoman Pharmaceutical Inspection Co-Operation Scheme PE 009-16 (Annexes) 1 Februari 2022," katanya.

Keempat EG dan DEG merupakan senyawa yang pasti ada dalam kandungan sirup.

Pada tanggal 12 Oktober 2022, BPOM dalam laman websitenya menuliskan bahwa EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.

"BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional. Artinya selama ini EG dan DEG telah digunakan oleh perusahaan farmasi hanya saja tidak ditemukan korban karena senyawa yang digunakan tidak melebihi ambang batas," katanya.

Hal ini sekaligus mematahkan argumentasi BPOM yang menyatakan bahwa belum ada standarisasi EG dan DEG ditingkat nasional maupun internasional.

Terakhir kata Tim Advokasi alasan alasan kenapa DPR harus membentuk pansus adalah pemerintah belum menetapkan tragedi obat beracun sebagai kejadian luar biasa (KLB).

"Angka kematian terkait gagal ginjal akut di Indonesia telah mencapai lebih dari 55% dari kasus yang ada. Data Per tanggal 16 November 2022 dari 324 kasus gagal ginjal akut, 199 diantaranya telah meninggal dunia," katanya.

Sehingga kriteria angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% telah terpenuhi. 

Oleh karena itu tim bersama keluarga korban GGAPA, mendesak DPR RI untuk membentuk Pansus guna mengungkap dan menyelesaikan tragedi obat beracun yang telah menyebabkan 324 orang anak menjadi korban.

"Kemudian meminta DPR RI untuk mendesak Kementerian Kesehatan agar segera menetapkan targedi ini sebagai kejadian luar biasa," pungkasnya.(muu)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
05:04
01:52
00:44
03:48
01:02
01:32
Viral