Thobib Al Asyhar, Plt. Karo Humas, Data, dan Informasi, serta Anggota Pokja Moderasi Beragama Kementerian Agama..
Sumber :
  • tim tvOne

Pencanangan Tahun Toleransi 2022

Senin, 17 Januari 2022 - 10:18 WIB

Pencanangan Tahun Toleransi 2022 oleh pemerintah yang "disponsori"  Kementerian Agama belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh masyarakat. Ada sebagian pihak memahami atau sengaja membangun opini bahwa Tahun Toleransi sebagai langkah politis pemerintah. Alasan yang sering mereka kemukakan adalah Indonesia yang mayoritas muslim sudah sangat toleran terhadap minoritas non muslim. Buat apa pencanangan Tahun Toleransi?

Untuk memahami pentingnya Tahun Toleransi 2022 memang dibutuhkan "rasa" atau "sense" agar memiliki keseimbangan sikap. Tidak perlu muluk-muluk dengan analisis "njelimet". Jika "rasa" kita dalam beragama dan berbangsa telah berkurang atau bahkan hilang sama sekali, maka semua hal yang dilihat akan menjadi "sepa". Ibarat makanan akan terasa hambar atau "anyep", sehingga wajar muncul pandangan atau narasi yang selalu negatif.

Rasulullah saw adalah sosok nyata bagaimana menggunakan "rasa" dalam beragama dikaitkan dengan hubungan antar sesama yang berbeda. Suatu ketika nabi sedang "bercengkrama" bersama para sahabatnya. Kemudian ada sekelompok orang lewat sambil memanggul jenazah yang beragama Yahudi. Lalu Nabi secara spontan berdiri sebagai bentuk hormat. Tapi tindakan Nabi itu justru mendapat "protes" dari sahabatnya. Wahai Nabi, kenapa engkau berdiri, bukankah jenazah itu seorang Yahudi? Betul, meski dia Yahudi, setidaknya ia adalah seorang manusia yang perlu kita muliakan, jawab Rasulullah saw. 

Sikap humanis Rasulullah tersebut tentu didasarkan dari rasa empati Rasulullah yang begitu dalam kepada sesama. Hal ini diteladankan juga oleh Ali bin Abi Thalib ra melalui pernyataan yang sering dikutip oleh Gus Menteri Yaqut Cholil Qoumas. "Mereka yang tidak seiman adalah saudara dalam kemanusiaan". Konteks dari pernyataan Ali bin Abi Thalib tersebut jelas sekali didasarkan pada perlunya orang beragama tetap mengoptimalkan fungsi hati (heart), yang di antara fungsinya untuk berempati kepada sesama.

Lalu apa hubungannya dengan pencanangan Tahun Toleransi 2022? Betul sekali bahwa bangsa kita memang dihuni oleh masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, suku, bahasa, warna kulit, dan sebagainya, serta faktanya hingga saat ini secara umum Indonesia tetap rukun, damai, dan toleran. Namun, belakangan ini banyak pemahaman, sikap, dan praktik "ekstrim" baik kanan maupun kiri terus bermunculan.

Kegaduhan politik tahun 2017 sebagai imbas dari Pilkada DKI Jakarta yang banyak menyita energi anak bangsa, lalu merembet hingga Pilpres 2019 dan bahkan hingga saat ini merupakan potret meningkatnya eksklusifisme beragama. Bagaimana kondisi bangsa saat itu yang terpolarisasi karena sentimen agama yang meninggalkan "rasa". Agama telah menjadi "alat" agitasi politik kepentingan yang dapat mengancam persaudaraan dan persatuan bangsa.

Kita saksikan bagaimana di rentang era 2017 hingga saat ini masih banyak tokoh agama, penceramah agama, para pengikut tokoh umat tertentu begitu jelas mengampanyekan perpecahan dengan narasi-narasi kebencian sehingga menjadi ancaman bagi bangsa ini. Pada saat yang sama, kelompok-kelompok kanan yang mengusung tema keagamaan literalis terus mengampanyekan pembentukan negara agama berbasis khilafah.

Berita Terkait :
1
2 3 Selanjutnya
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:16
09:06
09:00
01:35
02:53
03:01
Viral