- Istimewa
Sidang Isbat, Ini Arti Hilal dari Bahasa, Al-Qur'an dan Ilmiah
Jakarta, tvOnenews.com - Pertemuan para wakil ormas Islam, ahli hisab, dan astronom telah berulangkali diselenggarakan untuk menentukan hilal.
Musyawarah, diskusi, dan seminar untuk menyatukan persepsi kriteria awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah telah sering dilakukan. Namun masih sering terjadi perbedaan untuk hasilnya. Mengapa bisa demikian?
Hilal Menurut Bahasa
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hilal memiliki dua arti, yakni bulan sabit dan bulan yang terbit pada tanggal satu bulan kamariah.
Ilustrasi Hilal (tim tvOne)
Mengutip KH A Ghazalie Masroeri di situs resmi Nahdlatul Ulama, Hilal dalam bahasa Arab adalah sepatah kata isim yang terbentuk dari 3 huruf asal yaitu ha-lam-lam (ل - ل- ﻫ), sama dengan terbentuknya kata fi’il هَلَّ dan اَهَلَّ. Hilal artinya bulan sabit yang tampak.
هَلَّ dan اَهَلَّ dalam konteks hilal mempunyai arti: هَلَّ اْلهِلاَلُ dan اَهَلَّ اْلهِلاَلُ artinya bulan sabit tampak. هَلَّ الرَّجُلُ artinya seorang laki-laki melihat/memandang bulan sabit. اَهَلَّ اْلقَوْمُ اْلهِلاَلَ artinya orang banyak teriak ketika melihat bulan sabit. هَلَّ الشَّهْرُ artinya bulan (baru) dimulai dengan tampaknya bulan sabit.
Jadi menurut bahasa Arab, hilal itu adalah bulan sabit yang tampak pada awal bulan.
Hilal Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an di surat Al-Baqarah ayat 189 mengemukakan pertanyaan para sahabat kepada nabi tentang penciptaan dan hikmah ahillah (jamak dari hilal). Atas perintah Allah SWT kemudian Rasulullah SAW menjawab bahwa ahillah atau hilal itu sebagai kalender bagi ibadah dan aktivitas manusia termasuk haji. Pertanyaan itu muncul karena sebelumnya para sahabat telah melihat penampakan hilal atau dengan kata lain hilal telah tampak terlihat oleh para sahabat.
Ilustrasi Al-Qur'an (pixabay)
Para mufassir telah mendefinisikan, bahwa hilal itu mesti tampak terlihat. Ash-Shabuni dalam tafsirnya Shafwatut Tafasir juz I halaman 125 mengemukakan tafsir ayat tersebut sebagai berikut:
يسالونك يامحمد عن الهلال لم يبدو دقيقا مثل الخيط ثم يعظم ويستدير ثم ينقص ويدق حتى يعود كما كان؟
“Mereka bertanya kepadamu hai Muhammad tentang hilal mengapa ia tampak lembut semisal benang selanjutnya membesar dan terus membulat kemudian menyusut dan melembut sehingga kembali seperti keadaan semula?”
Dalam pada itu Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fii Zhilalil Qur’an juz I halaman 256 menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut:
فهم يسالون عن الاهلة ... ما شأنها؟ ما بال القمر يبدو هلالا ثم يكبر حتى يستدير بدرا ثم يأخذ فى التناقص حتى يرتد هلالا ثم يختفى ليظهر هلالا من جديد؟
“Maka mereka bertanya tentang ahillah (hila
l) … bagaimana keadaan ahillah (hilal)? Mengapa keadaan qamar (bulan) menampakkan hilal lalu membesar sehingga bulat menjadi purnama selanjutnya berangsur menyusut sehingga kembali menjadi hilal lagi dan kemudian menghilang tidak tampak untuk selanjutnya menampakkan diri menjadi hilal dari (bulan) baru?”
Jelaslah menurut ayat tersebut dan tafsirnya, bahwa hilal atau bulan sabit itu pasti tampak terlihat.
Hilal Menurut As-Sunnah Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud dari sahabat Nabi SAW bernama Rib’i bin Hirasy yang mengatakan adanya perbedaan di kalangan para sahabat mengenai akhir ramadhan kemudian ada laporan hasil rukyah; perukyah melaporkan dengan ungkapan:
بِاللهِ لاَهَلَّ اْلهِلاَلُ اَمْسِ عَشِيَّةً
“Demi Allah sungguh telah tampak hilal kemarin sore.” Hadits ini menyatakan bahwa hilal itu pasti tampak terlihat.
Demikian pula dalam hadits-hadits yang lain.
Ilustrasi Hilal (tim tvOne)
Hilal Menurut Ilmiah
Hilal atau bulan sabit atau dalam istilah astronomi disebut crescent adalah bagian dari bulan yang menampakkan cahayanya terlihat dari bumi ketika sesaat setelah matahari terbenam pada hari telah terjadinya ijtima’ atau konjungsi.
Dari tinjauan bahasa, Al-Qur’an, As-Sunnah dan tinjauan sains sebagaimana diutarakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hilal (bulan sabit) itu pasti tampak cahayanya terlihat dari bumi di awal bulan, bukan sekedar pemikiran atau dugaan adanya hilal. Oleh karena itu kalau tidak tampak tidak disebut hilal.
Sehubungan dengan kriteria hilal itu mesti tampak, maka Rasulullah SAW menyuruh kaum muslimin melakukan rukyat yakni melihat, mengamati secara langsung (observasi) terhadap hilal itu. (act)