“Permintaan nelayan, kapal kapal yang tidak melaut tidak harus dibebankan dengan PNBP. Karena sekarang yang terjadi, kapal melaut atau tidak itu dibebankan PNBP yang nominalnya bervariasi mulai dari Rp 80 juta – Rp 140 juta, jadi itu benar benar memberatkan nelayan,” keluhnya.
Para nelayan juga meminta pemerintah menunda penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2023, sebelum sarana dan prasarana memadai. Pasalnya, aturan ini dinilai terlalu membatasi zona penangkapan ikan bagi nelayan.
“Karena bicara tentang PP ini adalah seperti memindahkan industri dari A ke B. Jadi itu sampai saat ini belum terlaksana. Ketika PP itu diberlakukan, siapa yang berani jamin ikan kami akan dibeli di fishing ground seperti zona 1,2dan 3. Jadi itu sangat memberatkan nelayan,” ucap dia.
Tuntutan terakhir para nelayan yakni tidak ada pemaksaan untuk menangkap ikan dengan jumlah tertentu. Menurut mereka, kebijakan ini juga dianggap memberatkan dan akan mematikan usaha para nelayan.
“Tuntutan kami yang terakhir tidak ada pemaksaan dari tim pendataan bahwa nelayan harus memasukkan ikan A sekian, ikan B sekian dan ikan c sekian,” kata Jaharudin.
Suasana sempat memanas saat pengunjukrasa berusaha masuk ke dalam kantor karena tidak segera ditemui oleh pimpinan kantor tim pendataan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Juwana.
Suasana unjukrasa kembali kondusif setelah perwakilan nelayan diterima masuk untuk melakukan audiensi dengan pimpinan kantor tim pendataan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Juwana.
Load more