Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan tidak ada unsur koruptif dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Menurutnya, UU Cipta Kerja dipercepat karena tidak ada unsur-unsur koruptifnya.
“Itu semuanya ingin melayani kecepatan investasi. Justru ingin mempermudah pekerja. Malah dalam proses perbaikan itu kita sudah diskusi apa yang diinginkan. Masukkan semua sehingga nanti di Perppu sudah dibahas semuanya," jelas Mahfud, Selasa (3/1/2023).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, pada Jumat (30/12/2022).
Perppu yang baru ditandatangani ini menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pertimbangan dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja karena kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 138/PUU-VII/2009.
Meski demikian, Mahfud menyadari sejumlah pihak mengkritik Perppu Cipta Kerja tersebut. Termasuk dari kalangan akademisi.
"Saya melihat memang reaksinya datang dari akademisi ya sudah bagus. Saya juga akademisi. Mungkin saya kalau tidak jadi menteri mengkritik kayak begitu. Tapi saya katakan kalau secara teori sudah tidak ada masalah. Jangan mempersoalkan formalitasnya, prosedurnya. Itu sudah sesuai," ujarnya.
Dia mengatakan banyak pihak yang tidak paham putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 mengenai judicial review Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"MK menyatakan buat dulu undang-undang peraturan pembentukan perundang-undangan yang memasukkan bahwa omnibus law itu benar. Nah, sudah kan? Sudah dibuat lalu dibuat Perppu sesuai dengan undang-undang baru," jelasnya.
Pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada 16 Juni 2022 yang mengatur soal pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus.
Dengan terbitnya peraturan mengenai pembentukan undang-undang menggunakan metode omnibus, maka pemerintah tinggal menerbitkan Perppu.
"Kita perbaiki dengan Perppu karena perbaikan dengan Perppu sama derajatnya dengan perbaikan melalui undang-undang,” ungkapnya.
Akan tetapi, sejumlah pihak mengkritik terbitnya Perppu Cipta Kerja. Salah satunya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menilai penerbitan Perppu mengkhianati Konstitusi UUD 1945 dan tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu.
Adapun poin yang dipersoalkan dalam Perppu antara lain:
Pertama, soal waktu libur bagi para pekerja sebagaimana diatur Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 77 diubah menjadi setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
Waktu kerja sebagaimana dimaksud meliputi:
a. 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu ATAU
b. 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu
Kedua, mengenai upah minimum. Pasal 88 D Ayat 2 dijelaskan upah minimum akan mempertimbangkan beberapa variabel seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Namun, indeks tertentu tersebut tidak dijelaskan.
Ketiga, pasal tentang penetapan pesangon dalam Perppu Cipta Kerja. Dalam Pasal 156 Bab Ketenagakerjaan disebutkan pemberian pesangon disesuaikan dengan masa kerja maksimal 9 kali upah bulanan bagi pekerja yang sudah mengabdi 8 tahun atau lebih.
Uang penghargaan untuk karyawan yang di-PHK akan mendapat maksimal 10 kali upah bagi pekerja yang sudah mengabdi lebih dari 24 tahun.
Karyawan yang di-PHK juga berhak mendapatkan penggantian atas cuti yang belum terpakai dan ongkos pulang untuk ke tempat kerja. (ant/nsi)
Load more