Yogyakarta, DIY - N Raama Singgih Hadi Mintardja atau lebih dikenal luas dengan nama S.H. Mintardja merupakan pionir penulis cerita silat bernuansa sejarah dan dunia persilatan di tanah Jawa. Ratusan karyanya kini menjadi koleksi Perpustakaan SH Mintardja di Gedongkiwo Mantrijeron Yogyakarta.
Karya-karya S.H. Mintardja yang fenomenal dan populer era 1945 hingga di akhir masa kepengarangannya pada tahun 1999 pun kini bisa disaksikan di perpustakaan tersebut.
Menurut salah satu anaknya Andang Suprihadi, kehadiran perpustakaan S.H. Mintardja sebagai upaya mengobati kerinduan penggemar cerita silat khas S.H. Mintardja.
Dimana banyak pembaca yang mengenal secara mendalam ciri khas cerita silat karya mendiang S.H. Mintardja yang berlatar belakang sejarah di masa kerajaan - kerajaan Jawa, seperti Singasari, Majapahit, sampai Mataram.
"Karya bapak S.H. Mintardja memang menggunakan bahasa tutur yang mudah dipahami, sederhana namun bisa membawa pembacanya seolah merasakan karakter tokoh-tokoh bahkan seperti kembali ke masa lalu, dimana alur cerita itu dibuat," jelasnya.
Menurut Andang, hampir 95 persen karya S.H. Mintardja dikoleksi di perpustakaan tersebut dari hampir dari 400 lebih judul buku karya S.H. Mintardja. Salah satunya karya yang fenomenal yakni cerita silat "Api Di Bukit Menoreh" yang juga dinobatkan sebagai karya novel sejarah terpanjang di dunia yang terdiri dari 4 seri dengan total 396 episode.
" Api Di Bukit Menoreh diterbitkan oleh koran harian Kedaulatan Rakyat, terdiri dari 4 seri. Seri 1 sampai 3 terdiri dari masing-masing 100 episode. Namun pada seri ke 4, baru selesai 96 episode, dan saat itu sang maestro Bapak S.H. Mintardja wafat di tahun 1999 sebelum menyelesaikan keseluruhan cerita," terangnya.
S.H. Mintardja telah menulis lebih dari 400 buku. Cerita berseri terpanjangnya adalah "Api di Bukit Menoreh" yang terdiri dari 396 buku dan diterbitkan oleh Kedaulatan Rakyat Jogjakarta. Berikut adalah daftar beberapa karya S.H. Mintardja: Api di Bukit Menoreh (396 episode), Tanah Warisan (8 episode), Matahari Esok Pagi (15 episode), Meraba Matahari (9 episode), Suramnya Bayang-bayang (34 episode).
Kemudian Sayap-sayap Terkembang (67 episode), Istana yang Suram (14 episode), Nagasasra dan Sabukinten (16 episode), Bunga di Batu Karang (14 episode), Yang Terasing (13 episode), Mata Air di Bayangan Bukit (23 episode), Kembang Kecubung (6 episode), Jejak di Balik Bukit (40 episode), Tembang Tantangan (24 episode), Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan (118 episode) dan karya lainnya.
Sementara kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY, Monika Nur Lastiyani, menyampaikan harapannya agar karya-larya S.H. Mintardja kedepannya bisa didigitalisasi untuk tetap terjaga keberadaannya.
"Harapannya dengan diresmikan Perpustakaan S.H. Mintardja, karya cerita silat S.H. Mintardja bisa semakin intens dan penggemar bisa membaca literatur dengan secara lengkap. Perpustakaan ini bisa menjadi pusat penelitian sastra dengan kolekso yang berlatar sejarah yang menggambarkan secara detail pada mas itu," jelas Monika Nur Lastiyani.
S.H. Mintardja, pria kelahiran Yogyakarta pada 26 Januari 1933 itu menikahi Suhartini dan dikaruniai 4 putra dan 4 putri. Karyanya bertebaran di koran daerah, termasuk karya naskah kethoprak, cerpen, drama, sayembara ketoprak di radio dan TVRI, hingga menerima berbagai penghargaam sastra di tingkat propinsi maupun nasional. Para penggemarnya tak hanya dari wilayah Yogyakarta dan Indonesia namun hingga mancanegara.
Perpustakaan S.H. Mintardja ini dibuka karena adanya dorongan dari banyak kalangan, terutama penggemar yang banyak membentuk komunitas, sehingga pihak keluarga membuat perpustakaan sederhana di ruang kerja SH Mintardja.
"Disini tempat mengenang, menyimpan dan melestarikan karya-karya S.H. Mintardja," pungkasnya. (Nur/Buz)