Lamongan, Jawa Timur- Sejumlah wartawan media cetak dan elektronik mendapatkan perlakukan kurang baik dari pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lamongan. Para jurnalis tidak diperbolehkan meliput saat beberapa perwakilan warga Desa Putat Kumpul, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, menemui kepala BPN untuk menyampaikan aspirasinya, Kamis siang (19/5).
Sebelum diperbolehkan masuk, puluhan warga Desa Putat Kumpul, menggelar aksi demo di depan kantor BPN, Jalan Suwoko no 18, Kelurahan Jetis, Lamongan. Dalam aksinya, massa meminta kejelasan terkait persoalan batas tanah miliknya.
Pasalnya, selama ini warga yang sudah membayar uang sebesar Rp600 ribu dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), hanya mendapatkan sertifikat tanah saja dan warga disuruh mematok batas tanah miliknya masing-masing.
Aksi penolakan liputan oleh para jurnalis di Kantor BPN Lamongan tersebut disayangkan oleh sejumlah wartawan yang bertugas di Lamongan, salah satunya adalah Safari. Safari mengaku tindakan larangan meliput dinilai mencederai undang-undang dan kebebasan pers.
"Larangan meliput kegiatan demo ini, kita anggap sangat mencederai undang-undang dan kebebasan pers. Kalau alasannya kita tidak boleh masuk karena kapasitas ruangan terbatas, tapi kenapa yang lainnya boleh masuk sedangkan kami tidak boleh," katanya.
Tak hanya larangan liputan, puluhan wartawan yang bertugas di Lamongan juga tidak diperkenankan untuk wawancara dengan kepala BPN. Pasalnya kepala BPN mengaku kasus polemik patok tanah milik warga Putat Kumpul sudah selesai.
"Bapak tidak bersedia untuk diwawancarai dan beliau juga mau ada urusan di Surabaya lagi pula urusannya ini sudah selesai," kata salah satu petugas keamanan Cahyono Adi.
Terpisah, Suroso, warga Desa Putat Kumpul mengatakan, ada 1500 yang mengajukan permohonan PTSL di tahun 2020 lalu, untuk proses sertifikat tanah sendiri sudah selesai. Namun yang menjadi polemic, warga diminta untuk melakukan pematokan batas wilayah sendiri, dan justru saling klaim sepihak.
"Selama ini yang terjadi masyarakat justru bersitegang satu sama lain karena itu saling klaim kepemilikan," pungkasnya. (mmr/hen)
Load more