Manggarai Timur, NTT - Tetua adat menutup ritual di rumah Teno (adat) pada malam hari setelah seharian berkeliling dari rumah ke rumah menggelar ritual Ghan Kosu atau syukuran panen dalam kalender pertanian suku Rajong Elar Selatan Kabupaten Manggarai Timur Nusa Tenggara Timur.
Kata-kata serupa diksi syukuran berkumandang sepanjang hari itu, Jumat (6/5/2022). Mantra didaraskan di 29 rumah yang dipilih mewakili jumlah klan yang ada. Mereka melangitkan ucapan syukur dan menyapa leluhur menggunakan dialek Rajong yang kental.
Di dalam rumah Teno, para tokoh duduk bersilah. Warga Kota Tunda meyakini roh leluhur serasa terbang melintasi kampung mereka. Semua tokoh yang hadir tampak larut dan tak bersuara kecuali Bapak Paulus Latong yang terus mengucap mantra.
Setiap keluarga mempersiapkan ayam jantan untuk diritualkan dalam ritus Ghan Kosu. Ghan Kosu dalam dialek orang Sopang Rajong memiliki arti, Ghan artinya makan, Kosu artinya nasi dari beras yang baru dipanen. Ritual Ghan Kosu berarti syukuran makan nasi baru.
Urat ayam jantan yang dipakai sebagai hewan kurban hanya bisa dibaca oleh orang mata terang atau orang yang memiliki kemampuan membaca tanda-tanda yang tersirat dalam usus halus yang disebut urat dari ayam yang dipersembahkan kepada leluhur.
“Semua urat ayam pada hari ini baik petanda baik untuk kehidupan kampung kita di masa mendatang, hasil panen berikutnya juga bagus,” kata Paulus Latong sembari memamerkan urat ayam kepada peserta ritual.
Kampung Kota Tunda-Sopang Rajong, Desa Nanga Meje, Kecamatan Elar Selatan, baru saja menyelesaikan panen padi dan sebelum berasnya menjadi nasi, perlu digelar syukuran.
“Intinya semua yang kita dapatkan dari musim tanam kali lalu harus disyukuri kepada Tuhan dan leluhur kami,” ungkapnya, ketika ditanyai makna dari ritual Ghan Kosu.
Adapun padi yang dipanen merupakan padi ladang yang dikerjakan sekali saja dalam setahun. Selain sawah di dataran Gising, masyarakar Elar Selatan tidak memiliki sawah sehingga sumber kehidupan mereka mengandalkan lahan kering untuk bercocok tanam.
“Yang kami syukuri adalah hasil panen padi ladang atau dea rani karena desa kami tidak memiliki sawah. Acara ini dilaksanakan sekali setahun,” imbuhnya.
“Ayam dalam Ghan Kosu ini sebagai pemisah antara yang baik dan jahat. Inti permohonannya adalah semoga leluhur menjaga kampung dan kebun kemudian sakit penyakit dijauhkan,” terangnya menambahkan.
Wajib Dilaksanakan
Jangan sekali-kali makan nasi dari padi baru sebelum ritual ini diadakan. Kalau adat dilanggar maka warga dan kampung mereka akan terkena bala.
“Dari dahulu kala memang begitu kala dilanggar kita pasti mengalami kelaparan dan muncul sakit aneh-aneh ada juga pas lagi pegang parang tiba-tiba saling bacok,” tuturnya.
18 Ritual Pertanian
Tua Teno kampung Kota Tunda-Sopang Rajong dari Suku Nanga Senda, Arnoldus Rondo menjelaskan, kampung Sopang Rajong menjadi yang tertua dari 29 suku Rajong. Dalam kalender pertanian mereka terdapat sedikitnya 18 jenis ritual terkait pertanian dalam setahun. Tokoh 72 tahun itu merunutkan satu persatu ritual-ritual yang dimaksud.
Pertama,Ghan Uwi (makan umbi-umbian dalam tahun baru adat) yang diadakan setiap bulan Oktober memiliki tema khusus yakni "kau susu watu konda mata radi". (Tahun lama ditinggalkan, menyongsong masa tanam baru)
Kedua, Teno mengumumkan pembagian ladang baru dalam bentuk pati kepa ngelomben.
Ketiga, Keas (tebas rumput untuk ladang). Keempat, Tungi (bakar rumput). Kelima, Rombo (Tapa Kolo di umat Teno). Keenam, Ropang (sisa-sisa rumput untuk dibakar kembali). Ketujuh, Pasok Kadea (tanam jagung). Kedelapan, Pasok Kozu, Woer Kozu (pemebersihan lahan). Kesembilan, Irong (larangan).
Kesepuluh, doret (wakil tena) melaksanakan pasok (tanam) umum. Kesebelas, mbopo rukut. Keduabelas, loe Pakeke ( pacul kecil). Ketigabelas, ghan weton (makan jewawut), ritual di tungku api. Tungga. Semua yang jahat dibakar bersama dengan weton-siang hari Napa Tiking. Buat bulat lingkaran sambil kejar-kejaran dan sambil saling menangkap.
Keempat Belas, Mboet Kadea ( Ikat jagung, dengan sesajiannya ayam dan babi). Kelima Belas, umbiro, (tarik tambang selama 5 hari tiap sore.
Kelima belas, ritual Umbiro bertujuan agar bulir padi panjang dengan temboMbo sebagai nyanyian adat dan danding awal dilanjutkan potong tali Umbiro.
Keenam belas, Pomok Uwi (bakar ubi di abu api) dan ketujuh belas, Teno Tepi Rani, padi baru dibagikan di setiap rumah. Kedelapan belas, Ghan Kosu.
"Lingkaran kalender tanam yang diwariskan berpuncak pada Ghan Kosu dalam satu kampung. Seluruh warga kampung harus hadir dan sesajen disiapkan ayam kampung dari berbagai jenis warna bulu ayam," jelasnya.
Menari Malam Hingga Pagi
Acara adat Ghan Kosu ditutup dengan tarian Danding khas suku Rajong. Tarian ini adalah tarian dan juga nyanyian dalam bentuk pantun dari sekelompok pria dan wanita masing-masing wakali 29 suku di Desa Nanga Beje.
Tari danding adalah tarian pergaulan yang sangat di gemari oleh masyarakat Elar Selatan. Danding memiliki banyak jenis lagu adat dan terus dinyanyikan sampai matahari terbit sekaligus menutup seluruh rangkaian acara Ghan Kosu.
Tarian ini dinyanyikan secara berkelompok sambil berdiri dan bergerak mengitari lingkaran. Pria dan wanita dewasa boleh bergabung dalam satu lingkaran asalkan tetap menjaga sopan santun.
Danding dipimpin oleh seorang yang disebut Nggejang, yang berdiri di tengah lingkaran untuk mengatur irama gerakan, hentakan kaki dan memulai sebuah syair dengan menggunakan gemerincing. (jok/ade)
Load more